Oleh: Endang Sulistiyani
JawaTengah.Online —Pembelajaran daring bukan hanya mengubah mekanisme belajar menjadi dari rumah. Akan tetapi juga mengharuskan peserta didik menggunakan perangkat seperti smartphone sebagai media pembelajaran. Alhasil, peserta didik tidak hanya dituntut menguasai literasi baca tulis melainkan juga literasi digital.
Jauh sebelum pandemi Covid-19 hadir, sejak 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN). Sesuai kesepakatan World Economic Forum pada tahun 2015, satu dari enam literasi dasar yang harus dikuasai sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 adalah literasi digital. Salah satu penelitian yang dilakukan Keskin di tahun 2015 juga menyimpulkan bahwa literasi digital sudah diprediksi sebagai kunci Pendidikan di era digital. Kehadiran pandemi Covid-19 hanya mempercepat perubahan itu menjadi semakin nyata, sehingga kebutuhan akan literasi digital tidak dapat dihindarkan.
Lantas, bagaimana kompetensi literasi digital para peserta didik sekarang? Sudahkah baik?
Yuk, kita ulas bersama.
Kompetensi dasar dari 10 kompetensi literasi digital yang digagas oleh Japelidi salah satunya adalah “mengakses”. Pada kompetensi ini, seorang individu diharapkan memiliki keterampilan teknis dalam mengoperasionalisasikan media baru. Mulai dari perangkat keras, perangkat lunak, akses internet, hingga aplikasi pencarian informasi. Pada konteks pembelajaran daring, kompetensi ini dapat dikatakan sebagai kompetensi wajib. Bagaimana tidak, guna menjaga keberlangsungan Pendidikan, peserta didik diharuskan bisa mengoperasian smartphone, menggunakan aplikasi seperti zoom, google classroom dan sejenisnya, dan juga mesin pencari seperti google.
Kabar bahagia hadir untuk kompetensi mengakases. Berdasarkan hasil survei secara acak terhadap 234 mahasiswa diketahui bahwa nilai kompetensi mengakses 4,59 dari 5. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat literasi digital untuk kompetensi ini tinggi. Hasil ini senada dengan hasil pemetaan kompetensi literasi digital masyarakat Indonesia 2019 yang dilakukan oleh Japelidi. Masyarakat Indonesia melewati tahapan akses dengan baik, termasuk para mahasiswa sebagai peserta didik pembelajaran daring.
Namun,
Mahasiswa sebagai salah satu representatif dari Generasi Z memiliki partisipasi online yang rendah dalam hal pembelajaran daring. Berdasarkan hasil survei yang sama, diketahui kompetensi literasi digital “berpartisipasi” mendapatkan nilai paling rendah, yakni 3,98. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang dihasilkan oleh Japelidi pada pemetaan kompetensi literasi digital masyarakat Indonesia 2019, yakni 3 dari 5. Akan tetapi hasil ini menunjukkan bahwa peserta didik masih tidak cukup kompeten dalam hal partisipasi.
Mahasiswa sebagai peserta pembelajaran daring diwajibkan untuk berpartisipasi dalam komunitas online seperti grup whatsapp atau LMS lainnya. Hanya saja fenomena lain menunjukkan bahwa partisipasi masih bersifat pasif, dimana mahasiswa hanya sebagai penerima informasi. Sementara itu, berkenaan dengan kompetensi “partisipasi”, mahasiswa diharapkan terlibat secara aktif, interaktif, dan kritis. Ketergantungan siswa pada penjelasan lengkap dari dosen harus dikurangi. Kecanggihan teknologi dan keterbukaan akses informasi harus dimanfaatkan oleh mahasiswa. Kemandirian belajar mahasiswa dapat memicu terwujudnya konsep Student Cantered Learning dengan lebih cepat.
Apa yang selanjutnya dapat dilakukan?
Tingginya tingkat kompetensi akses pada peserta pembelajaran daring harus dimanfaatkan dan juga dikelola dengan baik. Jika tidak, bisa menjadi boomerang tersendiri. Keterampilan akses apabila tidak diarahkan kepada hal positif dengan pengaturan waktu akses akan menimbulkan permasalahan baru, seperti nomophobia, sebuah fenomena kecemasan berlebih apabila berjauhan dengan smarphone.
Di sisi lain, tingkat partisipasi di media digital dalam pembelajaran daring harus ditingkatkan. Saat inilah momentum dimana mahasiswa diharuskan mandiri dalam belajar. Fenomena Covid-19 yang dipandang sebagai sebuah bencana tetap harus disyukuri dan diambil hikmahnya. Sadar tidak sadar, konsep Student Cantered Learning yang selama ini masih cukup sulit terwujud, tidak mustahil menemui titik terang melalui pembelajaran daring di masa pandemi.
Oleh karena itu, yuk optimalkan tingginya kompetensi akses yang ada dengan aktif berpartisipasi dalam pembelajaran daring. Manfaatkan kompetensi lain seperti kemampuan menyeleksi, menganalisis, memverifikasi, hingga memproduksi. Mari bersama-sama wujudkan Indonesia makin cakap digital. Tentunya dengan memperhatikan aspek lain seperti etika, budaya, dan tentu keamanan berselancar di media digital.
Oleh: Endang Sulistiyani, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya