ANALISIS POLITIK AKTUAL

Oleh Bambang Sadono

JawaTengah.Online — Ketika sedang menyiapkan tulisan ini, kolega saya wartawan senior Zainal Bintang mengirimi tulisannya. Pada kolom yang dimuat Ceknricek.com, 1 Agustus 2020 itu, antara lain Zainal menulis sebagai berikut :

Menjelang pertarungan kontestasi pimpinan daerah dalam Pilkada  pada Desember 2020 mendatang, isu “politik dinasti” atau “dinasti politik” kembali merebak dan memantik pro kontra di tengah masyarakat. Pilkada serentak 2020  bakal diikuti keluarga Presiden Jokowi. Gibran Rakabuming Raka (putra) di Solo dan Bobby Nasution (menantu) di Medan. 

Di Banten, putri Wakil Presiden KH.Ma’ruf Amin, Siti Nur Azizah akan maju sebagai calon walikota Tangerang Selatan dan Hanindito Himawan Pramana putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung berkontestasi sebagai calon Bupati Kediri di Jawa Timur. Tidak mau ketinggalan, keponakan  Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo maju sebagai Calon Wali Kota Tangsel yang diusung PDI-P dan Partai Gerindra.

Apa yang salah? Secara undang – undang tidak ada pasal yang dilanggar. Apalagi ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus pasal “dinasti politik” dalam UU No 8 Tahun 2015 Pasal ada 7 huruf r tentang Pilkada. Putusan MK itu bernomor 33/PUU-2015 tanggal 8 Juli 2015.

Untuk melengkapi data Bung Zainal Bintang, di Jawa Tengah “dinasti politik”, bukan hanya akan terjadi, tetapi sudah menjadi praktek politik bertahun tahun. Di Kendal, Dokter Hj. Widya Kandi Susanti, MM, Bupati Kendal yang menjabat pada periode 2010-2015, adalah istri dari Bupati Kendal periode 2000-2007 Hendy Boedoro, SH. Sedangkan Bupati Klaten saat ini, Hj. Sri Mulyani, bupati petahana yang akan berlaga lagi Desember mendatang, merupakan isteri dari H. Sunarna, S.E., M.Hum. yang menjabat bupati Klaten selama dua periode, 2005-2010 dan 2010-2015.

Ada lagi contoh yang lain. Bupati Purbalingga sekarang, Dyah Hayuning Pratiwi, SE, B.Econ, MM, yang akan ikut Pilkada mendatang, adalah putri dari Triyono Budi Sasongko, bupati Purbalingga tahun 2000 sampai 2010. Di Kota Pekalongan, Wakil Walikota saat ini yang akan mencalonkan sebagai Walikota mendatang, Achmad Afzan Arslan Djunaid adalah adik dari almarhum H Achmad Alf Arslan Djunaid, yang pernah menjabat sebagai wakil walikota, kemudian menjadi Walikota Pekalongan.

Untuk Pilkada tahun 2020 ini, bukan hanya Gibran putera presiden Joko Widodo yang akan menjadi calon wlaikota Solo, tetapi juga ada isteri Bupati Blora Ny. Umi Khulsum yang akan mencalonkan diri sebagai bupati, menggantikan suaminya Djoko Nugroho yang sudah menjabat dua kali untuk periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Hal yang hampir sama terjadi di Kabupaten Semarang, isteri dari Dokter Mundjirin bupati saat ini, Ny. Hj. Bintang Narsasi, SPd akan ikut bertanding pada PIlkada mendatang. Di Kota Pekalongan Ketua DPRD Ny. Balqis Diab yang akan maju sebagai calon walikota dalam Pilkada mendatang, adalah isteri dari dr. H. M. Basyir Ahmad Syawie wali kota Pekalongan periode 2005-2010 dan 2010-2015. Sementara putra walikota Magelang saat ini Ir. H. Sigit Widyonindito, yakni Aji Setiawan diperkirakan juga akan mengikuti kontestasi Pilkada akhir tahun ini.

Sebenarnya fenomena politik dinasti ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan di Amerika Serikat, dinasti politik juga lahir karena sistem pemilu yang bebas. Salah satu contohnya adalah  keluarga Bush yang telah menghasilkan dua Presiden. George Herbert Walker Bush, atau Bush Senior adalah Presiden Amerika Serikat 1989–1993. Sedangkan puternya Bush Yunior atau ,George Walker Bush adalah Presiden Amerika Serikat pwriode 2000-2009. Sebelumnya, ia adalah Gubernur Texas. Anak Bush senior yang lain menjadi Gubernur Florida, yakni Jeb Bush.

Contoh lain di Amerika ada klan Kennedy. Keluarga ini sangat berpengaruh pada politik Amerika Serikat terutama di Partai Demokrat. Anak kedua dari Joseph P. Kennedy, Sr, John Fitzgerald “Jack” Kennedy terpilih sebagai presiden pada November 1960, Jack menunjuk adik laki-lakinya, Robert Francis “Bobby” Kennedy  menjadi Jaksa Agung. Sedangkan adiknya yang lain Edward Moore “Ted” Kennedy adalah senator negara bagian Amerika Serikat Massachusetts 

Dinasti politik juga ada di India. Dimulai dari perdana menteri pertama di India, Pandit Jawaharlal Nehru. Karir sebagai perdana Menteri diteruskan oleh putrinya Ny. Indira Gandhi, dan kemudian diteruskan lagi oleh cucunya Rajiv Gandhi. Bahkan setelah Rajiv terbunuh, isterinya Ny.Sonia Gandhi yang jelas jelas keturunan Italia, diminta untuk menerukan dinasti Gandhi.

Bahkan di Singapura, Perdana Menteri saat ini Brigadir Jenderal Lee Hsien Loong adalah putera perdana menteri pertama negeri pulau tersebut, Lee Kuan Yew.

Lalu di mana letak persoalannya? Seperti yang ditulis oeh Zainal Bintang , secara undang – undang tidak ada pasal yang dilanggar. Walaupun ada Ketetapan MPR RI Nomor XI/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Juga ada undang-undang UU No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Namun ketika ada undang-undang Pilkada yang akan membatasi kemungkinan dinasi politik, dibatalkan ketentuan pembatasan tersebut oleh Mahkamah Konstitusi.

Mengapa masih ada pendapat yang kontra, dan menghendaki politik dinasti itu tidak terjadi. Setidaknya ada dua kekhawatiran besar menyangkut hal ini, pertama sebelum kandidat yang ditengarai punya hubungan darah dengan pejabat sebelumnya atau pejabat negara yang lain tersebut menjabat. Dan kedua, setelah yang bersangkutan nanti menduduki jabatannya.

Dalam situasi budaya politik yang berkembang saat ini, pemilihan kepala daerah, biasanya guyub dengan politik kepentingan, baik yang menyangkut pelanggengan kekuasaan, maupun politik transaksional. Ditambah dengan pintu masuk untuk menjadi pemimpin daerah tersebut yang didominasi oleh kuasa partai politik. Dampaknya rakyat tidak mempunyai akses yang memadai untuk ikut menentukan calon yang akan ikut memperebutkan jabatan publik di daerah tersebut.

Rakyat terpaksa atau dipaksa untuk menerima paket dari kalangan yang mempunyai kuasa politik maupun finansial. Apalagi proses dan persyaratan untuk menjadi calon independen juga dibuat sedemikian rumit. Belum lagi budaya money politic yang sudah sangat akut. Mereka yang sudah pernah dan sedang berada di lingkar kekuasaan selalu dipersepsikan mempunyai dukungan finansial yang lebih, termasuk jaringan pendukung keuangan yang lebih kuat. Inilah yang dikhawatirkan proses pemilihan pemimpin yang mempunyai kapabilitas, akan terhambat, dan rakyatlah yang dirugikan tidak bisa mendapat pemimpin yang diidealkan.

Kekhawatiran yang lain setelah menjabat, kandidat yang terkait dengan tudingan dinasti politik, tidak akan bisa mandiri. Bukan hanya akan selalu dipengaruhi oleh jaringan keluarganya, tetapi juga potensial untuk menyelamatkan pejabat yang digantikan. Publik khawatir jika ada kekurangan atau bahkan kesalahan, yang seharusnya dikoreksi oleh pejabat berikutnya, justru akan dilindungi, ditutup, atau dipetieskan.

Karena secara hukum dinasti politik tidak bisa dibatasi, maka kekhawatiran terhadap dampak buruknya hanya bisa dijawab dengan praktek politik elektoral. Jika masyarakat di suatu daerah tidak setuju dengan calon yang terinidikasi dinasti politik, bisa membangun kepedulian kolektif dengan memilih calon alternatif. Yang menjadi masalah lagi jika kondisi politik direkayasa sedemikian rupa sehingga hanya tersedia calon tunggal, rakyat tidak punya pilihan.

Pesan Sir John Dalberg-Acton yang sangat dikenal adalah “power tends to corrupt, and absolute power yang corrupts absolutely”. Kekuasaan yang terlalu berlebihan akan mudah tergelincir untuk melakukan penyimpangan. Pelajaran terpentingnya bahwa politik merupakan proses yang tak pernah berhenti untuk mencari jalan mengemban amanat rakyat, dengan mengelola negara dan menjalankan pemerintah seidelal mungkin. Dan itu bukan di dapat secara otomatis dan gratis. Diperlukan perjuangan politik yang panjang, dan mungkin melelahkan.

4 Agustus 2020