Oleh: Zainuddin Muda Z. Monggilo
JawaTengah.Online — Hoaks atau informasi palsu terus bertambah seiring waktu. Sepanjang 23 Januari 2020 hingga 28 Juni 2021, Kominfo menghimpun sebanyak 1.682 hoaks terkait COVID-19. Jumlah ini tentu saja belum termasuk dengan temuan hoaks topik tertentu seperti politik, agama, bencana alam, ekonomi dan lainnya pada periode yang sama. Medium penyebarannya juga bervariasi mulai dari Facebook, Twitter, YouTube, Instagram, hingga Tik Tok. Bisa dikatakan hampir seluruh media sosial yang lazim diakses warganet tak luput dari gangguan hoaks. Lantas, bagaimana kita perlu menyikapinya?
Hoaks adalah Musuh Bersama
Hoaks ada di mana-mana dan siapa saja bisa menjadi kawan dan lawan baginya. Ia adalah kawan bagi oknum yang masih saja secara sadar dan sengaja mengambil keuntungan darinya. Tak tanggung-tanggung, bisnis hoaks ini bisa mengantongi laba hingga ratusan juta rupiah per tahunnya. Ironisnya, otak utama yang memproduksi dan mendistribusikannya secara masif dan terstruktur ini adalah mereka yang berpendidikan tinggi. Sebut saja kelompok Saracen, Muslim Cyber Army, serta media daring abal-abal pos-metro.com dan nusanews.com yang sempat berjaya sebelum diringkus sesuai aturan hukum yang berlaku.
Di sisi lain, hoaks merupakan lawan bagi kita yang konsisten memeranginya dari hari ke hari. Tak jarang kita saksikan keresahan, ketakutan, kepanikan, kesedihan, dan deretan kerugian lainnya yang timbul akibat hoaks. Masih terngiang bagaimana hoaks pengeroyokan ala Ratna Sarumpaet sukses menyeret tak sedikit tokoh politik nasional hingga menggegerkan satu negara di penghujung 2018. Tak lupa pula hoaks di penghujung 2020 yang meresahkan warga tentang vaksinasi COVID-19 yang diisukan mengandung chip yang bisa mengontrol manusia seumur hidupnya. Atau hoaks yang menginstruksikan warga untuk meninggalkan Mamuju sebelum diterjang gempa dan tsunami yang maha dahsyat di awal 2021. Belum lagi dampak berlipat yang timbul ketika hoaks-hoaks beragam topik ini dipadukan dan dimanipulasi sedemikian apik di kala pandemi. Tak ayal, fenomena ini melahirkan istilah infodemi yang dinilai sama berbahayanya dengan virus COVID-19 itu sendiri. Dengan begitu, sudah sepatutnya hoaks dinobatkan sebagai musuh bersama karena sifatnya yang destruktif.
Jurus Melawan Hoaks: Cek Fakta
Ketikkan kata kunci jurus melawan hoaks pada mesin pencarian informasi niscaya akan muncul sejumlah rekomendasi artikel yang bisa dirujuk. Salah satunya adalah artikel yang tengah Anda baca saat ini. Salah satu jurus penawarnya adalah melakukan cek fakta (fact-checking).
Mengutip UNESCO dalam buku terjemahan berjudul Jurnalisme, Berita Palsu, dan Disinformasi tahun 2019, cek fakta adalah proses pemeriksaan kebenaran suatu informasi yang telah terbit. Proses ini mulai dikenal seiring dengan lonjakan hoaks yang viral di ruang digital. Ia beririsan dengan proses penyanggahan (debunking) dan verifikasi atas konten yang dibuat oleh pengguna (user-generated content) dalam pertarungan membasmi hoaks. Ketiganya memerlukan serangkaian pengetahuan dan keterampilan yang menyangkut dengan identifikasi klaim, penyelidikan fakta, dan penyusunan laporan pemeriksaan dalam kasus per kasus. Tak heran, aktivitas ini tak jauh dari jurnalis, pemeriksa fakta (fact-checker), dan akademisi yang salah satu tujuan mulia pekerjaannya adalah menyajikan fakta yang sebenar-benarnya.
Walau begitu, cek fakta bukan hanya milik tiga golongan tersebut. Cek fakta mulai berkembang sebagai pekerjaan kolaboratif dari berbagai bidang profesi di masyarakat. Dalam artikel Konteks Indonesia Modul 5: Praktik Pemeriksaan Fakta dalam buku Jurnalisme, Berita Palsu, dan Disinformasi yang ditulis penulis di tahun 2019, gerakan cek fakta kolaboratif akar rumput mulai dikembangkan setidaknya dari grup Facebook bernama Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax yang merupakan cikal bakal dari lahirnya Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) sebagai organisasi kemasyarakatan di tahun 2014-2015.
Selanjutnya diikuti dengan disematkannya sertifikasi International Fact-Checking Network (IFCN) kepada Tirto.id, Liputan6.com, Tempo.co, Mafindo, Kompas.com dan diluncurkannya proyek kolaboratif cekfakta.com tahun 2018, bertambahnya satu sertifikasi IFCN untuk Suara.com di tahun 2019, terbentuknya jaringan pegiat cek fakta Liputan6.com di tahun 2020, serta menggeliatnya beragam kolaborasi kegiatan serupa dalam payung yang lebih besar yaitu literasi digital.
Cek Fakta: Langkah Sederhana tapi Ampuh Berantas Hoaks
Cek fakta kian menemukan bentuknya sebagai kegiatan bersama yang terus-menerus dipraktikkan dalam menekan persebaran hoaks. Kiat-kiat yang dapat kita lakukan untuk mengecek kebenaran fakta dari suatu informasi antara lain: Pertama, baca dan pahami informasinya dengan lengkap, jangan terpukau pada judul saja yang terkadang sensasional dan provokatif. Hal ini penting agar diperoleh pemahaman yang utuh atas klaim dan narasi yang dibangun.
Kedua, dalam menelaahnya, cermati pula atribusi penyerta seperti foto, audio, video, tokoh/lembaga yang dikutip, serta pranala yang tersedia. Jangan terpancing mengeklik pranala yang mencurigakan dan tidak valid yang mengiming-imingi hadiah tertentu karena bisa berisi jebakan yang membahayakan keselamatan data dan perangkat.
Ketiga, cek informasi dan atributnya melalui mesin pencarian informasi karena bisa saja ia telah diunggah dan diperiksa kebenarannya sebelumnya.
Keempat, rujuk dan bandingkan hasil pencarian informasi hanya pada situs web pemerintah, media, dan komunitas yang resmi, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kelima, tidak ada salahnya menanyakan informasi tersebut pada orang yang kita kenal lebih paham.
Keenam, jangan tergesa-tega menyimpulkan kebenaran informasi yang sudah diperiksa tersebut.
Ketujuh, jika masih ragu dan belum yakin sepenuhnya, maka jangan bagikan informasinya, berhenti di Anda saja. Bagikanlah informasi yang sudah jelas kebenarannya dan bisa memberi kebaikan untuk sesama serta laporkan pada lembaga pemeriksa fakta jika menemukannya. Dengan begitu, semakin sedikit peluang hoaks untuk tersebar dan dipercayai sebagai kebenaran bersama. Cek fakta dulu, percaya dan bagikan informasi yang benar kemudian.
Penulis: Zainuddin Muda Z. Monggilo adalah pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, email: zainuddinmuda19@ugm.ac.id