Oleh : Bambang Sadono

JawaTengah.Online — Dua tiga hari yang lalu, tanpa sengaja saya membuka youtube tentanng Pak Harmoko. Dalam wawancara dalam acara Kick Andy, ia menjelaskan posisinya ketika harus mengusulkan kembali pak Harto sebagai presiden pada tahun 1997. Sebagai ketua umum Golkar saat itu, yang baru saja memenangi Pemilu, memang tak ada pilihan lain selain mengusulkan Pak Harto. Namun ketika sebagai ketua DPR/MPR RI tahun 1998 mengusulkan agar Presiden Suharto mengundurkan diri, ia dihujat sebagai Brutus.

Minggu, 4 Juli 2021, H. Harmoko pendiri dan pemilik grup media Pos Kota, yang juga mantan Menteri Penerangan, mantan Ketua umum PWI pusat wafat, pada usia 82 tahun.

Lepas dari pro-kontra yang biasa terjadi dalam politik. Bung (almarhum mempopulerkan panggilan ini) Harmoko menjadi aktivis dan pimpinan partai politik yang sangat gigih. Ia berkomunikasi tatap muka secara massif, dalam bentuk temu kader, di seluruh penjuru Indonesia. Dalam tayangan youtube, yang direkam oleh seorang wartawan, menggambarkan Harmoko dalam suatau penerbangan masih tetap berdiri dan mengacungkan dua jari dalam bentuk V (victory), walaupun pesawat dalam keadaan goyang parah karena turbulensi.

Keliling Indonesia itu juga dikemas dalam bentuk safari Ramadhan, untuk tetap menyapa masyarakat di Bulan Puasa. Kegiatan sehari penuh, pagi dan siang hari bisa mengunjungi pasar, petani, nelayan, sore dan malam hari, buka puasa, dan Sholat Tarawih. Sebagai ketua PWI Jawa Tengah waktu itu, saya pernah ikut menemani pak Harmoko makan sahur bersama di Hotel Bahari Inn Tegal. Pagi pagi rombongan sudah jalan lagi ke kota berikutnya.

Man of The Year

Sebagai ketua umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Harmoko juga banyak dikenang. Antara lain di masa kepemimpinannya diperkenalkan Pekan Olah Raga Wartawan (Porwanas), yang pertama kalinya dilaksanakan di Semarang.

Sebagai Menteri, ia termasuk yang dinilai berhasil, karenanya ia menjabat sebagai Menteri Penerangan selama tiga periode. Bahkan sebelum akhirnya menjabat sebagai Ketua DPR/MPR RI, diberi jabatan sebagai Menteri Khusus. Di bidang politik, menjadi istimewa karena sepanjang sejarah Golkar, Harmoko merupakan orang sipil pertama yang menjabat sebagai ketua umum.

Di awal tahun 1997, ketika Suara Merdeka membuka rubrik khusus berbahasa Jawa “Sang Pamomong” ingin mengundang Pak Harmoko sebagai tokoh yang sangat akrab dengan budaya Jawa, bahkan suka mendalang, untuk meresmikannya. Sekaligus juga mengangkatnya sebagai man of the year, tokoh tahun itu sebagai kegiatan tahunan edisi minggu waktu itu. Saya dan Hendro Basuki, pergi ke rumah dinas menteri di Jakarta untuk mewawancarainya.  Sebelum wawancara, kami sempat menikmati sarapan nasi goreng.

https://youtu.be/dD3Y4piOmyE

Artikel tentang Harmoko sebagai man of the year tersebut, dimuat dalam buku “Golkar dan Harmoko” yang disunting oleh Motinggo Busye.  Lengkapnya judul buku tersebut, Golkar dan Harmoko : man of the yaer Suara Merdeka, tokoh Republika, dan Sepak Terjangnya di Pentas Politik. Diterbitkan oleh Pustaka Kartini, 1997.

Ketika ada acara haul orang tuanya di Patihanrowo, Kertosono, Nganjuk, sekitar tahun 1996, saya mengantar dalang Enthus Susmono untuk mendalang di sana, sebagai sumbangan dari Suara Merdeka. Pada saat yang sama Pemda Jawa Tengah juga mengirim dalang Joko (Edan) Hadiwijoyo. Jadilah pentas dua dalang sekaligus, yang kemudian menjadi model pentas dengan dalang lebih dari satu.

 Suka sate dan wayang.

Setelah tidak aktif di politik, Pak Harmoko sempat menulis lagi di Harian Pos Kota yang dibidaninya. Ada Rubrik Khusus Kopi Pagi, yang ditulisnya sebagai kolom yang segar mengomentari berbagai peristiwa aktual. Yang unik almarhum ternyata tidak terbiasa menulis menggunakan computer, sehingga tetap saja menulis menggunakan mesin ketik manual.

Kebiasaannya untuk berkeliling tetap dilakukan. Saya sempat menemukan jejaknya di beberapa tempat. Antara lain di restoran yang menyajikan sate kambing di Tegal. Pemilik resto tersebut menceritakan , Pak Harmoko yang sudah lebih dari 70 tahun saat itu tetap mengkonsumsi sate kambing. Salah satu obyek yang sering dikunjungi adalah pondok pesantren.

Di Sukoharjo, saya menemukan jejaknya di tempat pengrajin wayang kulit. Saya sering mampir ke situ karena anak dan cucu saya selalu minta oleh oleh wayang kalau saya ke Solo. Pak Haryanto, pengrajin wayang tersebut mengatakan, pak Harmoko juga sering datang untuk memesan wayang, yang masih utuh di belulang aslinya, untuk dipajang.

https://youtu.be/8czuFHNdByM

Haji Harmoko bin Asmoprawiro telah pergi untuk selamanya. Bagi orang yang juga menjalani profesi sebagai jurnalis, saya mengapresiasi karya karyanya, termasuk koran Pos Kota yang berhasil di masanya. Sebagai orang yang juga pernah aktif di organisasi PWI, saya tidak bisa memungkiri bahwa almarhum merupakan organisator yang meninggalkan rekam jejak monumental. Sebagai orang yang juga pernah aktif dalam organisasi politik, saya tidak bisa menolak fakta bahwa si Bung adalah komunikator politik yang kreatif dan sangat produktif.

Selamat Jalan Bung, sejarah telah dan akan mencatat perjuangan dan pengabdianmu.

Semarang, 5 Juli 2021.