Soekowardojo (Kepala Perwakilan BI Jawa Tengah)

JawaTengah.Online —- Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Wilayah Jawa Tengah, Soekowardojo menyatakan, pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah ditentukan oleh kinerja kabupaten/kota. Jika semua kabupaten kota bekerja keras untuk memacu investasi, menumbuhkan industri, menekan kemisikinan, pasti angka pertumbuhan di tingkat provinsi akan membaik.

Namun yang menjadi kendala, kabupaten/kota selalu terlambat mendapat data pertembuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). “Kami di BI hanya wilayah, hanya punya data di tingkat provinsi, yang kami peroleh dari BPS per triwulah. Tetapi untuk kebupaten/kota, biasanya datanya bisa terlambat satu setengah tahun,” katanya.

Memang lembaga apa saja termasuk perguruan tinggi boleh saja menghitung, angka perumbuhan ekonomi ini, namun BPS yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengeluarkan angka yang dianggap resmi. Padahal dengan angka-angka tersebut akan menjadi tolok ukur kinerja, dan menjadi alat untuk membuat perencanaan.

Akibatnya jika ditanya berapa angka pertumbuhan ekonominya, banyak pekjabat baik di provinsi maupun kabupaten/kota hanya meraba-raba, tidak pernah bisa menyatakan dengan angka yang pasti. Ini pasti merepotkan ketika pemerintah provinsi Jawa Tengah mencanangkan untuk menumbuhkan ekonominya sebesar 7 persen. Harus dipetakan berapa persen angka yang harus diupayakan masing-masing kabupaten/kota.
“Dan harus mulai dengan angka berapa saat ini?’” katanya.

Bisa Menjadi Model

Dengan diketahuinya angka pertumbuhan masing-masing kabupaten/kota, akan bisa dilihat mana yang bisa mencapai angka tertinggi. Dari situ kemudian bisa diurai faktor-faktor yeng menyebabkan angka pertumbuhan tinggi tersebut. Faktor-faktor tersebut bisa dipelajari dan menjadi model bagi kabupaten/kota lain yang masih tertinggal angka pertumbuhannya.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, pada kisaran lima persen dirasa kurang oleh pemerintah, maka meminta beberapa daerah yang memiliki potensi untuk mengenjot pertumbuhannya termasuk Jawa Tengah. Provinsi ini ditarget dapat meningkatkan pertumbuhannya mencapai tujuh persen.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018, 5,17 persen. Sedangkan pertumbuhan pada kuartal pertama tahun 2019, 5,07 persen. Untuk Jawa Tengah, BPS mencatat pada kuartal pertama tahun 2019 5,14 persen.Pertumbuhan tersebut lebih rendah 0,23 poin dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2018 sebesar 5,37 persen.

Mengapa angka pertumbuhan harus naik, menurut Soekowardojo, dengan pertumbuhan sekitar 5 persen belum mampu menjawab tantangan untuk menyerap tenaga kerja baru, dan mengurangi pengangguran yang ada.
“Lima persen itu tidak cukup, harus lebih dari itu,” kata Soekowardojo.

Menjaga Ekonomi Stabil

Bank Indonesia (BI) menurut Soekowardojo, setiap  tiga bulan melakukan assesment ekonomi. Tujuannya, pertama, untuk menjaga stabilitas ekonomi. Stabilitas ekonomi dilihat dari stabilitas harga dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang lainnya, serta mempertahankan daya beli masyarakat. Kedua, BI sangat berkepentingan mempertahankan stabilitas ekonomi untuk mempertahankan neraca transaksi pembayaran berjalan.

Di sektor non migas masih surplus, tetapi jika dari migas masih defisit. Demikian juga dari jasa masih banyak yang menggunakan dari negara lain maka bisa jadi defisit. Untuk itu perlu menarik dana masuk, antara lain dari investasi luar negeri.

“Namun investasi dari luar negeri ini juga akan mengurangi jumlah devisa jika tidak diarahkan pada industri yang berorientasi ekspor dan subtitusi barang impor,” tutur mantan Kepala Perwakilan Bank Indonesia wilayah Sumatera Utara tersebut.

Mengenai target pertumbuhan tujuh persen, saat ini sudah ada 395 kegiatan atau proyek senilai Rp 272 triliun yang diusulkan kepada pemerintah pusat. Pendanaan proyek-proyek tersebut dari APBN, APBD, Penanaman Modal Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan perseorangan. (*/EL)