Oleh Bambang Sadono
BERBAGAI sekenario dirancang agar pemilihan presiden-wakil presiden 2024, berjalan dengan lancar, tanpa kegaduhan yang berlebihan, yang bisa mengarah pada chaos politik.
Salah satu sekenario, seperti yang akhirnya menjadi kenyataan, adalah munculnya tiga pasang calon. Pengalaman 2014 dan 2019 yang hanya menghadirkan dua pasang, telah melahirkan kompetisi dan pertarungan habis habisan.

Salah satu solusi yang kemudian diambil Presiden Jokowi untuk meredakan ketegangan, dengan mengajak Prabowo Subiyanto bergabung dalam pemerintahan.
Politik meja makan yang dilakukan presiden dengan mengajak ketiga Capres, bisa ditafsirkan sebagai salah satu cara untuk meredakan tensi yang mulai cenderung memanas.
Politik memanas yang menyertai PIlpres hal yang biasa terjadi, termasuk di Amerika Serikat yang sudah punya tradisi panjang. Namun budaya politiknya sangat kondusif, begitu resmi diputuskan pemenangnya, segala konflik berakhir. Semua bersiap untuk bertarung 4 tahun mendatang.
Dinamika Baru
Dengan tiga pasang calon, kemungkinan pertarungan keras head to head bisa dihindarkan. Namun muncul dinamika baru, yang bisa saja tidak kalah kerasnya.
Pertama, munculnya pasangan Anis Baswedan-Muhaimin Iskandar yang mengusung jargon perubahan. Walaupun masih perlu didetilkan seberapa jauh perubahan yang ditawarkan, secara garis besar bisa diposisikan sebagai anti tesa pengusung tema keberlanjutan.
Kedua, di kubu keberlanjutan, yang ditafsirkan sebagai pendukung program presiden Joko Widodo, juga berhadap hadapan kubu Prabowo-Gibran yang secara bulat total meneruskan, dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud yang mulai sangat kritis.
Ketiga, dinamika baru juga diwarnai pada perebutan pengaruh di kawasan penentu kemenangan, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Di Jawa Tengah pasti akan terjadi persaingan keras antara Prabowo-Gibran dengan Ganjar Mahfud. Di Jabar persaingan keras antara Prabowo-Gibran dengan Anis-Muhaimin. Jawa Timur akan menjadi pertaruhan total bagi ketiganya.
Dengan dinamika baru ini selai akan memunculkan strategi baru bagi masing-masing kontestan, juga harus menghadirkan strategi baru baik untuk penyelenggara Pemilu maupun pemerintah, yang berkepentingan berjalannya Pilpres dengan aman, damai, dan tetap demokratis.
Rem Pengendali
Walaupun potensi kerasnya persaingan baik karena faktor misi visi yang berbeda maupun peta kekuatan secara geografis yang beririsan tebal, namun dalam Pilpres 2024, ada faktor faktor pengendali.
Pertama, permainan segitiga tidak memungkinkan para pasangan Capres-Cawapres fokus pada antisipasi pada salah satu pasangan saja. Perhatian ganda ini yang akan jadi pengendali tajamnya serangan.
Kedua, dengan tiga pasangan, dan prediksi survei yang tidak akan ada yang bisa menang satu putaran, masing masing mengantisipasi, mana lawan putaran pertama, yang bisa jadi kawan di putaran kedua. Ini akan melahirkan pertarungan setengah hati, terhadap musuh yang diharapkan akan menjadi sekutu.
Ketiga, semua pasangan yang bersaing mempunyai pendukung utama yang tetap bertahan pada koalisi pemerintahan. Sedikit atau banyak cawe cawe presiden Jokowi masih akan bisa berperan.
Pilpres 2024, walaupun agak berbeda dengan 2019, tetap akan keras, terukur, dan unik.
Bambang Sadono adalah mantan anggota DPR RI, DPD RI, dan mantan pimpinan DPRD Jawa Tengah.