Catatan Bambang Sadono

Kota Tegal sudah berusia 441 tahun pada 12 April 2021 ini. Berawal dari sejarah Ki Gede Sebayu yang merupakan cikal bakal kota pantai tersebut. Karenanya menurut Ketua DPRD Kota Tegal, Kusnendro ST, karakter kota bahari harus dipertahankan. Tegal sejak lama memang sudah berkembang menjadi kota besar di Jawa Tengah bagian barat.

“Terbukti ada kantor Bank Indonesia, bahkan sekarang ada juga kantor OJK. Bukti bahwa bisnis dan transaksi keuangan di Tegal memang cukup maju,” katanya.

Sebagai kota bahari, potensi ekonomi Kota Tegal antara lain juga didukung oleh sektor perikanan dan kelautan yang kuat. Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal, Riswanto menyatakan produksi perikanan tangkap dari kapal perikanan dan nelayan Tegal terus meningkat. Indikasinya pelabuhan perikanan Tegalsari sudah tidak bisa menampung kapal yang berlabuh. Dampaknya lapangan kerja bertambah, industri olahan ikan, pembuatan kapal ikut meningkat. Juga menambah pendapat asli daerah (PAD) kota Tegal.

“Sayangnya identitas kuliner ikan tidak menjadi ikon kota Tegal,” katanya.

Sebenarnya Kota Tegal merupakan medan magnet bagi daerah sekitarnya. Menurut mantan walikota Kol. Laut (Purn) H. Adi Winarso, S.Sos, Tegal dengan kelebihan kuliner, wisata, jasa keuangan, dan sebagainya, sangat potensial untuk mendatangkan orang. Juga potensi budaya dan bahasa Tegalan juga sangat kuat.

“Taman Budaya jadi mimpi para seniman dan budayawan. Juga yang masih dibutuhkan adalah Gelanggang Olahraga, karena prestasi olahraganya bagus,” katanya.

UPS Siap Membantu

Rektor Universitas Panca Sakti (UPS), Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd menyatakan kesiapannya untuk membantu Kota Tegal dalam memperkokoh brandingnya sebagai Kota Bahari. Misalnya memperkuat potensinya sebagai kota perikanan sehingga fasilitas pelabuhannya harus ditingkatkan. Produk kulinernya yang serba ikan juga harus dikembangkan, karena Tegal lebih dikenal sebagai Kota Sate, daripada Kota Ikan.

“Destinasi pariwisatanya yang sudah ada misalnya Pantai Alam Indah (PAI), harus dikembangkan menjadi semacam Ancolnya Tegal dan sekitarnya,” katanya.

Selain perikanan, di luar negeri Kota Tegal lebih dikenal sebagai penghasil sarung tenun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), atau yang dikenal sebagai sarung goyor, atau “toldem”. Dirut PT Asaputex Jaya, Jamal Alkatiri mengatakan, untuk memproduksi sarung tenun ATBM tersebut, saat ini memperkerjakan 3.000 karyawan dan menampung sekitar 12.000 pengrajin di Pantura Jawa. Produknya banyak diekspor khususnya di Timur Tengah dan  Afrika. Uniknya justru di masa pandemi pemasarannya meningkat, antara lain karena mengubah motif produk sehingga harganya lebih murah.

“Pengrajin justru bertambah di masa pandemi, karena para perantau pulang, dan bergabung jadi pengrajin sarung ATBM,” katanya.

Bisa Diperbaiki

Mengenai asal mula lahirnya keputusan hari jadi, cukup menarik penuturan Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal, Yono Daryono. Kisah Ki Gede Sebayu yang dijadikan dasar hari lahir kota Tegal, sebenarnya tidak didukung oleh data sejarah yang memadai. Hanya berdasarkan semacam cerita babad. Karena itu menurut Yono Daryono, penetapan hari jadi Kota Tegal bisa disempurnakan lagi, jika ada data yang lebih meyakinkan.

“Saya memang  pernah mementaskan teater tentang Ki Gede Sebayu, ceritanya hanya berdasar imajinasi saya sendiri,” katanya.

Sebenarnya jika tidak terkendala pandemi, Kota Tegal mulai menjadi kota tujuan kunjungan, bukan sekadar kota transit. Menurut Ketua PHRI Kota Tegal, Saunan Rasyid hunian hotel sudah mulai membaik. Sebagian besar yang datang ke Tegal, para pebisnis. Walaupun pengunjung menurun, saat pandemi hotel di Tegal tetap mempertahankan tarif normal. Di masa pandemi, memang tidak ada orang yang mau datang, diberi diskon juga percuma. Tegal, kata GM Hotel Pesonna ini, sebenarnya punya potensi wisata yang bisa jadi brand, yakni sejarah Angkatan Laut yang dimulai dari Tegal.

“Sayang saat ini mudik dilarang, mungkin yang berkunjung ke Tegal agak berkurang,” katanya.

Tahu Aci

Tegal selain di kenal sebagai kota sate, juga mempunyai kuliner khas yakni tahu aci. Salah satu podusen tahu aci yang cukup besar dan populer adalah milik Andy Hargiono. Diberi nama Tahu Murni, katanya karena tahunya asli, tidak ada campuran. Sebagai pemimpin pasar tahu aci, tahu Natajaya  harganya paling mahal. Sekarang sudah dipasarkan melalui online, pembelianya sampai Cirebon, Jakarta dan sebagainya.

“Selain menggunakan kedelai impor, saya juga membina petani kedelai sendiri. Sehari membutuhkan kedelai 5 kuintal sampai 2 ton,” katanya.

Pemerintah Kota Tegal berjanji akan mengembangkan potensi dan merespon aspirasi warganya. Misalnya dengan bekerja sama dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk membangun pelabuhan perikanan yang memadai dan membuat para nelayan nyaman. Wakil Walikota Tegal, Muhamad Jumadi ST, MM membenarkan potensi perikanan tangkap yang terus meningat, sehingga membutuhkan layanan pelabuhan maupun pelelangan ikan yang makin baik. Juga konsekuensi sebagai kota bahari, fasilitas wisata seperti Pantai Alam Indah (PAI), juga akan diengkapi dengan jetsky, paralayang, dan sebagainya.

“Sedangkan kuliner dan produk berbahan ikan, akan terus didorong,” katanya.

Selain sate, kuliner ikan sebenarnya cukup menjamur di Kota Tegal. Produk makanan berbahan baku ikan juga cukup banyak dibuat. Hanya restoran yang cukup besar yang menyajikan menu ikan memang tidak banyak. Salah satunya adalah Saung Familier, milik mantan wartawan Asmawi Azis. Ia membangun restoran di atas tanah enam ribu meter persegi, selain ruangan  khusus yang bisa menampung 250 orang juga saung-saung yang total bisa digunakan untuk 1.500. Restoran ini menyediakan 132 menu ikan, sebagian besar ikan laut dan ada beberapa menu ikan air tawar.

“Seharusnya pemkot Tegal aktif mengkampanyekan gemar makan ikan, sesuai semboyan Tegal Kota Bahari,” katanya.

Selengkapnya bisa ditonton di link video berikut :