Oleh: Anna Agustina
Bangun tidur raih hape.
Baca-baca dan brosing-brosing …WA, instagram, twitter, telegram, Fb, …beres.
JawaTengah.Online — Kira-kira minimal sepuluh hingga lima belas menitan lah mata ini tertancap di hape atau telpon pintar kita pas melek mata (buka mata). Setelah itu baru bergegas melakukan rutin lain yang dahulu dilakukan langsung, seperti ke kamar mandi. Ingat kan lagu bangun tidur kuterus mandi. Kini, melek mata kuterus hape-an.
Saya yakin bahwa setiap kita banyak yang melakukannya. Ketika melek mata, raih hape, lihat-lihat beberapa hal baru lanjut ke kegiatan rutin lainnya. Kegiatan rutin dalam satu hari sejak melek mata, hape-an, sarapan sambil pegang hape, bersiap bekerja atau belajar atau sekolah, bebenah rumah, kemudian di perjalanan atau siap-siap daring, lalu makan siang, kembali kerja daring maupun luring, makan malam sampai mau mapan kembali di tempat tidur.
Dalam setiap kegiatan kita, saya yakin hape Anda selalu nempeeel terus kayak perangko. Mandi pun kadang masih bawa hape karena sambil mendengarkan musik selama mandi sambil bernyanyi-nyanyi. Hape ketinggalan seperti runtuh dunia ini, jadi harus balik mengambil hape, karena kalau tidak bingung mau ngapain, gak inget nomer telepon, lupa jadual, takut akan hal ini dan itu dan sebagainya.
Ngapain siiih nge-hape terus? Ya siapa tau ada yang perlu, urgent atau ada hal baru…kan jadi cepat bisa tahu, ngerti, dan respon. Selain itu update status, komen, dan nge-like postingan temen, etikanya kan begitu. Kebiasaan ini kita lakukan setiap hari dan kadang masyuk ber-hape ria tanpa terasa sudah lebih dari 1 jam, lebih dari 2 jam, atau sudah ber-jam-jam kita ‘nunduk’ ke hape kita, bahkan sambil mengendarai motor atau mobil pun mata sesekian kali pindah ke hape. Inilah yang disebut disrupsi dalam kegiatan harian individu.
Disrupsi, gangguan konsentrasi kegiatan individu karena kegiatan yang ditawarkan dalam hape lebih menarik. Penggunaan hape yang awalnya menunjang kegiatan, lama-lama menjadi prioritas karena mendominasi waktu dan perhatian. Ketenangan, kesenangan, kepuasan, atau gratifikasi yang dirasakan individu ketika menggunakan telpon pintar menjerat seluruh kegiatan dan waktu yang dimiliki individu. Orang di sekeliling atau kegiatan lain tidak lagi memberi ketenangan, kesenangan dan gratifikasi.
Banyaknya pekerjaan menjadi sebab tidak hadir silaturahmi. Padahal pekerjaan segera diselesaikan dengan rincian yang kadang tidak diperhatikan. Ambil cepet selesainya saja tanpa melihat rincian dan kualitasnya. Bahkan jika boleh memilih, maka banyak individu yang akan memilih tidak menyelesaikan pekerjaannya karena sibuk dengan kegiatan yang dilakukan dalam hape. Bukan kerjaan sii, tapi apa ya….silaturahmi juga, virtual.
Disrupsi ini dalam beberapa kajian mendorong penciptaan perasaan takut ketinggalan atau FoMO – Feeling of Missing Out. Mending hape an untuk update status, trus buka dan jawab-jawab WA dulu, lalu ngelike postingan temen dulu daripada ketinggalan atau dicap lama respon.
FoMO ini ketika kumulatif bisa mengalahkan perasaan tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan. Pilihan ini yang kemudian mengaburkan prioritas individu dalam keseharian dan menggerus tanggungjawab untuk mencapai cita-cita. Ketakutan FoMO mendorong individu memiliki tentang konsentrasi pendek, memilih cepat merasa senang dibanding bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, mudah menyerah karena berpikir dirasa terlalu susah dan berat, serta memilih cara cepat dan mudah dibandingkan harus berpikir.
Belum selesai isu ini, pandemi muncul. Tiba-tiba semua harus daring. Generasi ‘nunduk’ merasa memiliki justifikasi untuk lebih berlama-lama ‘nunduk’. Namun di sisi lain, sebenarnya, generasi nunduk ini dituntut untuk lebih bertanggungjawab dalam ‘nunduknya’. Mereka tidak lagi ‘nunduk’ untuk jawab-jawab postingan, update status, atau nge-like, tetapi ‘nunduk’ untuk belajar, ngerjain tes, ngerjain tugas, dan menyelesaikan pekerjaan.
Komponen durasi menggunakan media memberikan dampak, dalam hal ini hape, berubah dengan menggunakan media hape untuk apa? Lebih rinci lagi alat ukurnya dan lebih personal lagi penggunaannya. Ketika orang tua bilang, jangan main hape kelamaan….anak-anak bisa menjawab, lagi cari materi pelajaran. Hal ini mengajak kita semua untuk lebih rinci dalam mengevaluasi penggunaan telpon pintar. Bukan lagi lama menggunakan tetapi untuk apa lama-lama digunakan. Orang lain sudah sulit ngawasi, atau ngatur penggunaan telpon pintar. Kondisi ini mendorong pendekatan lain untuk membuat individu sadar bermedia.
Tidak lagi diawasi, tapi ngawasi diri sendiri. Jadi… pemberdayaan adalah kunci untuk ngatur diri sendiri ketika ‘nunduk’. Literasi digital bagi para pengguna telpon pintar pada khususnya, dan media daring pada umumnya menjadi penting. Dengan harapan ‘nunduk’nya individu tetap bisa mengantarkan mereka mencapai cita-cita.
Pandemi sudah memberikan kita semua pengetahuan bahwa ‘nunduk’ atau hape-an bisa diartikan menyelesaikan pekerjaan yang mendadak daring, atau sekedar update status, jawab-jawab WA grup, re-twit, dan semacamnya yang dianggap tidak berguna atau menggerus tanggung jawab individu untuk mencapai cita-cita.
Pandemi membuka wawasan kita bahwa sisi positif dan negatif hape-an berdampingan sama tegak, sehingga memberdayakan pengguna media, atau pengguna hape adalah pekerjaan rumah bersama. Strategi pemberdayaan perlu dibangun. Tidak mudah mengubah cara berpikir dan perilaku yang sudah ada bertahun-tahun.
Diawali dengan pendekatan saling percaya dan berpikir positif bahwa ‘nunduk’nya pengguna hape bisa bekerja atau rehat bekerja. Maka kita bisa menyampaikan bahwa hape-an bisa bantu cepet selesaikan tugas dan menghasilkan kalau kita produktif, kreatif, dan inovatif. Strategi ini adalah lompat dari komponen literasi digital tahap awal ke tahap akhir untuk mendapatkan atensi. Lalu contoh sukses yang melakukannya perlu di-share dan dibahas bareng pihak-pihak terkait.
Tahap literasi digital yang ditengah-tengah didiskusikan, dan dipahami bersama dalam potongan-potongan yang terus-menerus dipasangkan seiring dengan waktu berjalan seperti memasang potongan puzzle. Berharap meski bangun tidur kuterus hape-an, seharian dengan hape, dan mau tidur kuharus hape-an lagi …. yang diklik adalah update kerjaan, menyelesaikan kerjaan, dan update status tentang cita-cita. Prioritas adalah kerjaan dalam hape di keseharian.
*Anna Agustina, dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas Pancasila