Ir. Muhammad Warsianto

Jawa Tengah.Online. TANPA banyak diketahui orang, ternyata untuk menjadikan produk rokok terkenal, tidak hanya ditentukan oleh promosi semata. Namun rasa dari rokok itu sendiri, sangatlah berperan. Sedangkan pencipta rasa, bukan ditentukan oleh bagian produksi semata, dibelakang layar ada petugas khusus yang ahli meracik tembakau yang mampu menciptakan rasa sesuai dengan keinginan pasar.

Adalah Ir Muhammad Warsianto, ahli peracik tembakau dari pabrik rokok PT Wismilak Inti Makmur. Belum lama ini, pria asli kelahiran Salatiga yang kini bermukim di Semarang, melaunching produk rokok terbaru dari Wismilak, yakni Diplomat Evo. Untuk sementara, produk rokok baru itu hanya beredar di wilayah Yoyakarta dan sekitarnya. Launchingnya pun dilakukan di Kota Gudeg tersebut.

Nama pria kelahiran 18 Oktober 1955 itu, kini dikenal dikalangan pengusaha-pengusaha rokok. Maklum, karena Warsianto memang sempat mengabdikan dirinya di beberapa perusahaan rokok kenamaan. Seperti, PT BAT, PT Bentoel, PT HM Sampoerna, PT Noyorono, dan PT Wismilak Inti Makmur.

Manusia langka
Tenaga ahli meracik tembakau seperti Warsianto ini, bisa dikategorikan manusia langka. Karena orang seperti ini di Indonesia jumlahnya tidak banyak. Mungkin bisa dihitung dengan jari. Kalau dilihat dari cara kerjanya, sepertinya juga tidak sulit. Karena hanya bertugas mencium tembakau, meraciknya dengan saus dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Setelah rasanya sesuai dengan yang diinginkan, racikan itu distandartkan dan dipergunakan untuk membuat ribuan atau jutaan rokok jenis tersebut.

Namun, ilmu yang dimilikinya itu tidak mudah diperoleh dan hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menguasainya. Karenanya jangan heran, kalau gaji para ahli ini, lumayan besarnya. Warsianto sendiri, baru bisa mendapatkan keahliannya setelah bergelut dengan tanaman tembakau dalam waktu cukup lama.
Dikisahkan, awal kali terjun ke perusahaan rokok sekitar tahun 1979, setelah menamatkan pendidikannya di Fakultas Teknologi Mekanisasi Pertanian IPB (Institut Pertanian Bogor).

Pekerjaan yang pertama kali digelutinya adalah, bidang pertanian khusus menangani tanaman tembakau Virginia di daerah Bali. “Berhubung wilayah Bali banyak dimanfaatkan untuk area wisata, tidak lama kemudian areal pertanian tembakau digeser ke Pulau Lombok. Dan sampai sekarang, Pulau Lombok menjadi sentra tembakau Virginia terbesar di Indonesia,” tuturnya saat ditemui Tabloid Jawa Tengah di rumahnya di kawasan perumahan BSB Semarang.

Saat itu katanya, Warsianto bekerja di perusahaan rokok (British American Tobacco (BAT). Usai bergelut dengan tanaman tembakau, selanjutnya dia dipindahkan ke pabrik BAT di Semarang. Waktu itu BAT memiliki dua pabrik, di Semarang dan di Cirebon. Hanya pusat peracikan tembakau atau yang dikenal dengan istilah Tobacco Blender, ada di Semarang. Dari sinilah ilmu tentang peracikan tembakaunya diasah dan akhirnya mampu mengembangkan blanding merek.

Sebagai Product Development Manager PT BAT, Warsianto mulai mengenal pengembangan produk baru. Antara lain, menangani pengembangan rokok Ardath, pergantian desain kemasan (pack design change) dan peluncuran produk baru.

Namun berjalannya waktu, akhirnya dia hingkang ke pabrik rokok HM Sampoerna. Hal ini dikarenakan, di samping kontrak kerjanya di PT BAT sudah usai, HM Sampoerna juga pas membutuhkan orang-orang yang berpengalaman dan kompeten di bidangnya. Apalagi kompensasi yang ditawarkan juga lebih baik.

Di perusahaan ini, dia sempat melejitkan produk Sampoerna Mild, mulai dari peracikannya hingga ke pemasarannya.
“Waktu itu, pasar masih terbuka lebar. Jadi memasarkan rokok mild tidak terlalu sulit,” kata orang yang juga sempat berkarya di PT Bentoel dan PT Noyorono .

Persaingan ketat

Sedangkan beberapa jenis merek rokok karyanya yang hingga kini masih laku dipasaran, di antaranya Sampoerna Mild, Star Mild, Class Mild, Aroma, dan yang terbaru adalah Diplomat Evo.

Saat ini bisnis rokok bukanlah hal yang mudah. Selain terbentur dengan berbagai macam aturan dari pemerintah, termasuk adanya kenaikkan harga cukai, pelarangan merokok di tempat-tempat tertentu, dan peringatan kesehatan, persaingan antar pengusaha rokok juga sangat ketat. Karenanya harus ulet dan gigih.

Padahal sebelumnya, saat dia berkarya di PT Noyorono sempat menaikkan omzet penjualan rokok yang semula per tahun hanya ratusan miliar rupiah menjadi triliunan rupiah. “Tapi saat ini menaikkan omzet penjualan hingga ratusan miliar, tidak mudah. Karena persaingan yang sangat ketat,” katanya.

Diakui, dari empat jenis rokok yang ada dipasaran, masing-masing rokok kretek (SKT), kretek filter reguler, kretek mild, dan rokok putih, yang paling laku adalah kretek filter dan mild. Keduanya menguasai pasar hampir 80 persen. Sisanya, rokok kretek hanya sekitar 15 persen dan rokok putih kisaran 6 persen.

Menyinggung bahan pembuatan rokok dikatakan, khusus untuk tembakau, sekitar 10 persen masih harus impor (kategori tembakau khusus yang tidak bisa ditanam di Indonesia). Sedangkan untuk cengkeh dan bahan-bahan lainnya, sepenuhnya dipenuhi dari dalam negeri sendiri.

Heru Listiyanto