SEMARANG, Jawa Tengah. Online ; TANPA disadari, Jawa Tengah sebenarnya merupakan center perekonomian di Indonesia. Hampir seluruh industri besar ada di Jawa Tengah. Misalnya, pabrik tekstil terbesar, pabrik rokok, pabrik jamu, karoseri, batik, furniture, dan masih banyak lagi. Belum lagi jumlah UMKM nya, tercatat ada 32 juta pelaku yang aktif.

“Belum lagi sekarang ini, Jawa Tengah mendaatkan barokah dengan adanya jalan tol yang nyambung mulai dari ujung barat hingga ujung timur Pulau Jawa. Ini memunculkan industri baru bagi Jawa Tengah, yakni turisme industri,” tutur Ketua Kadinda Jateng, Kukrit Suryo Wicaksono pada Seminar Nasional ‘Peran serta DPD RI dalam pembangunan Jawa Tengah’ yang di selenggarakan di Gedung DPD RI Prov Jateng, Selasa (11/12).

Diakui, awalnya Jawa Tengah merasa minder dengan Yogyakarta. Terkesan Jateng tidak pernah dilirik dalam hal industri pariwisatanya. Orang asing, tahunya pusat wisata adalah Yogyakarta. Bahkan Candi Borobudur yang lokasinya berada di wilayah Jateng, juga banyak yang mengatakan masuk wilayah Yogyakarta.

“Dengan sudah tersambungnya jalan tol , saat ini antara Solo-Semarang-Pekalongan-Tegal sudah menjadi satu kesatuan. Dan saya berharap kepada anggota DPD RI asal Jateng, dapat mengupayakan untuk bisa menarik event-event nasional ke Jawa Tengah,” tandasnya.

Dalam acara yang dihadiri anggota DPD RI asal Jateng Dr Abdul Kholik, Ketua Apindo Jateng, Ketua Iwapi Jateng, Ketua Gapensi Jateng, dan dipandu oleh moderator Firmansyah dari Undip Semarang.

Kukrit juga menjelaskan, saat ini hampir semua sektor usaha mengalami kelesuan. Mulai dari kegiatan industri, investasi, dan bisnis perumahan. Yang tidak pernah sepi adalah kegiatan orang melancong. Untuk itu, pemerintah Prov Jateng berikut para pengusaha dan semua pihak terkait, harus mampu memanfaatkan momen tersebut.

Apalagi Bandara A Yani Semarang dan bandara di Solo, sudah melayani penerbangan langsung dari Semarang atau Solo ke Singapura dan Malaysia. Penumpangnya selalu penuh, tapi semuanya berasal dari Semarang atau Solo. Bukan wisatawan dari Singapura atau Malaysia.

Belum lama ini sambungnya, Dubes Indonesia di Malaysia mengajakan tamu-tamu Malaysia untuk berwisata ke Jateng. Ternyata responnya sangat positif. Malaysia akan membuka konsulat di Jateng untuk menarik para wisatawan Malaysia berkunjung ke Jawa Tengah.

“Untuk itu saya minta agar pihak Jawa Tengah harus segera mempersiapkan diri. Harus berani promosi. Industri wisata adalah industri besar yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar pula,” katanya.

Pelabuhan Tanjung Emas

Kepada anggota DPD RI, Ketua Kadinda Jateng ini juga meminta agar dapat mengupayakan Pelabuhan Tanjung Emas sebagai pelabuhan kelas I. Sehingga mampu bersaing dengan Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak.
“Saat ini, Pelindonya masih nginduk di Surabaya. Akibatnya, pengelolaan pelabuhan kurang maksimal. Kapal wisata besar dengan penumpang 5.000 orang misalnya, tidak dapat sandar di Tanjung Emas karena lautnya dangkal. Maksiml hanya kapal wisata berpenumpang 2.000 orang,” tuturnya.

Begitu pula dengan pendidikan vokasi, di Jateng perlu lebih digalakkan lagi. Mengingat Jateng sebagai primadona investasi di tanah air. Penyebabnya, karena wilayahnya kondusif dan UMR nya masih relatif rendah.

Kalau SDM nya mumpuni, diyakni kemiskinan akan terserap habis. Kukrit juga mengusulkan agar DPD RI dapat memfasilitasi pengiriman tenaga kerja magang ke negara-negara industri, seperti Jerman, Korea, dan Jepang.

Kadin Jateng selama ini telah melakukan hal tersebut, berupa pengiriman tenaga kerja magang ke Jepang. Hampir 4 bulan sekali, Kadinda Jateng memberangkatkan sekitar 400 orang pekerja magang.

“Setelah selesai magang, mereka memiliki keahlian khusus dan modal yang cukup. Tenaganya jadi rebutan industri besar yang ada di Jawa Tengah,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, ikut memberikan sambutannya, Gubernur Jateng yang dibacakan Ketua Bappeda Jateng. Ikut memberikan ceramahnya, Sudharto P Hadi dari Undip, Umbu Rauta (Dosen Hukum Tata Negara dann Direktur Pusat Studi Hukum dan Konstitusi UKSW Salatiga, serta ibu Safitri dari Bank Indonesia Semarang. (Hr/Bangsar).