SEMARANG – Kepemimpinan Semaoen yang dimulai pada 6 Mei 1917 membuat banyak perubahan pada Serikat Islam (SI) di Semarang. pergerakan yang semulanya untuk kaum menengah, berkembang menjadi pergerakan untuk kaum rakyat kecil.
Selama kepemimpinanya, Semaoen terus berjuang melawan kaum borjuis yang menindas penduduk desa. Melancarkan gerakan pemogokan, menentang kapitalis atau pemerintah.
“Di Semarang (SI) dipimpin Semaoen, ada juga Darsono (tokoh Partai Komunis Indonesia atau PKI generasi pertama) sebagai anggota. Mereka memang menjadi lebih dulu radikal dan menjadi dasar munculnya PKI (SI Merah),” kata Pengamat Sejarah dari Fakulas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (UNNES), Prof Wasino, saat dijumpai, Selasa (13/9/2022).
Pegerakan yang dilakukan Semaoen melalui SI Semarang ini dinilai bertolak belakang dengan Central Sarekat Islam (CSI). Sehingga, CSI menganggap bahwa aksi yang dilakukan oleh Semaoen melenceng karena terlalu kiri.
Akibatnya, Semaoen secara resmi dikeluarkan dari SI, lalu membentuk SI Merah dengan pemikiran sosial-komunis. Menjadi awal mula perpecahan SI Putih dengan unsur keagamaanya.
Dibawah komando Semaun dan kawan-kawan, SI Merah terus mengembangkan sayap kirinya dengan berbagai cara pada setiap golongan masyarakat. Tujuanya, yakni mencari simpati serta dukungan agar makin banyak anggota yang bergabung untuk menyuarakan pemikiran sosial-komunisnya.
“Karena terlalu kuat (pemikiran sosial-komunisnya) dan nasionalis, kemudian merangkul semua golongan. Mereka (anggota SI Semarang) umumnya pelajar dan senang menulis, wartawan dan sebagainya. Terus muncul atau pecahlah menjadi SI Merah karena perbedaan ideologi,” pungkas dia.
Puncaknya, pada tahun 1924 mengakhiri kisah perjalanan panjang SI Merah. Pasalnya, pada tahun itu SI merah bermetamorfois menjadi Sarekat Rakyat dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Semaun yang menjabat sebagai Ketua Umum pertama.
Terkait Gedung SI Semarang, Wasino memang tak menampik jika ada hubunganya dengan cikal bakal kemunculan PKI. Namun, secara historis gedung tersebut murni SI atau tak berhubungan dengan PKI.
“Gedung itu utuh (SI murni). Karena didirikan sebelum adanya perpecahan antara Darsono dan Agus Salim (SI Merah dan SI Putih),” tutur dia.
Wasino pun menilai, antara SI dan komunisme sebenarnya berada dalam satu induk yang sama. Namun, salah satunya, yakni munculnya SI Merah lebih menekankan pada keadilan sosial.
“Makanya dulu sempat mau di bongkar (Gedung SI Semarang), alasanya komunis. Padahal tidak. Hanya perkembanganya, memang ada perpecahanan yang kemudian muncul SI Merah,” tutup dia.
Sekadar informasi, tumbuh dan berkembangnya SI di Semarang terjadi pada tahun 1916. Demikian pula bangunan yang berlokasi di Kampung Gendong Semarang itu dibangun oleh Semaun dan kawan – kawannya pada tahun beriringan, yaitu tahun 1919 dan selesai pada tahun 1920.
Gedung Sarekat Islam atau Gedung Rakyat Indonesia dibangun di atas tanah wakaf. Yakni milik salah seorang keturunan Taspirin yang menjadi anggota Sarekat Islam. (Wan)