JawaTengah.Online – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah (Jateng) menilai langkah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarin yang masih memberikan kewenangan kepada sekolah untuk memilih penerapan Kurikulum Merdeka bisa menimbulkan masalah. Pasalnya, hal tersebut bisa membuat peserta didik bingung saat beranjak ke jenjang lebih tinggi. Hal ini disampaikan Ketua PGRI Jateng, Muhdi, melalui sambungan telepon, Selasa (15/2/2022). Ia mengatakan, hal tersebut menjadi problem yang harus menjadi perhatian pemerintah pusat.
“Menurut saya, opsional (pilihan) ini menjadi muncul permasalahan-permasalahan. Misal seorang anak waktu SD (sekolah dasar) itu pakai kurikulum 2013, terus masuk SMP (sekolah menegah pertama) kebetulan pakai Kurikulum Merdeka, sementara teman-teman lain dari SD berbeda ternyata ada yang dari Kurikulum Merdeka juga, jadi ini bisa membuat bingung anak. Jadi harus segera dilakukan kajian mendalam kurikulum mana yang diterapkan setiap jenjang sekolah. Karena menurut saya harus secepatnya semua sekolah menggunakan kurikulum yang sama,” kata Muhdi.
Meski masih memiliki permasalahan yang harus dikaji lebih dalam, PGRI Jateng tetap merespon baik langkah Kemendikbudristek dalam peluncuran Kurikulum Merdeka, Jumat (11/2/2022) lalu. Lantaran Kurikulum Merdeka dirasa perlu jika melihat dari sisi kebutuhan.
“Sebenarnya juga ini (Kurikulum Merdeka) kan, yang kita kenal Kurikulum Prototype itu. maka menurut kami, tanpa bicara isi dulu, tapi dari sisi kebutuhan memang perlu. Jadi bukan efektif, tapi diperlukan agar ada kurikulum yang mampu beradaptasi dengan tuntutan zaman, perkembangan zaman dan kondsi Covid-19 ini,” kata Muhdi.
Kendati demikian, Muhdi menegaskan pemerintah agar bisa mengkaji kembali permasalahan-permasalahan itu. Sebab, mengimplementasikan kurikulum baru dinilai memperlukan kesiapan yang cukup.
“Jadi apakah kurikulum tersebut bagus atau cocok diperlukan pengelolaan dan waktu lebih jauh. Maka kita berharap pemerintah betul harus meyiapkan agar setiap sekolah itu mampu melaksanakan kurikulum ini sesuai dengan desain yang direncanakan nanti. Agar hasilnya juga seperti yang diharapkan,” tegas dia.
Ditanya mengenai respon setiap guru di Jateng, Muhdi tidak menampik jika masih ada guru yang keberatan dengan adanya Kurikulum Merdeka. Hal itu karena masih kurangya peran pemerintah dalam mensosialisasikan kurikulum baru tersebut.
“Kalau berbicara repsone para guru soalnya macam-macam. Karena itu kan hal baru, jadi ada yang baik ada yang belum. tetapi yang belum prinsipnya memang karena mereka butuh sosialisasi lebih. Termasuk pelatihan—pelatihan dan dari sisi kebutuhan. Intinya kami dari PGRI Jateng bukan masalah setuju atau tidak setuju. Kami prinsipnya perubahan itu ya keniscayaan,” tutup dia.
Sebelumnya, Kemendikbudristek memberikan 3 opsi kurikulum. Pertama, bagi sekolah yang belum siap masih bisa menggunakan Kurikulum 2013. Kedua, Kurikulum Darurat masih bisa digunakan bagi sekolah yang merasa ingin ada perubahan atau penyederhanaan kurikulum namun masih merasa belum siap menerapkan Kurikulum Merdeka.Sedangkan opsi ketiga, sekolah yang sudah siap sudah bisa menerapkan Kurikulum Merdeka secara utuh ataupun bertahap. Nadim memberikan kewenangan kepada guru untuk memutuskan kurikulum yang terbaik sesuai kesiapan sekolah. (Wan/JT02)