Perempuan memang luar biasa. Studi pada Journal of Business Ethics menunjukkan bahwa pria lebih rentan mengambil risiko yang lebih tinggi.
Penelitian oleh McKinsey, menyimpulkan bahwa perempuan cenderung melakukan pendekatan yang lebih relasional terhadap kepemimpinan, sementara pria memiliki gaya kepemimpinan dan kontrol yang lebih tradisional.
Kesuksesan para perempuan dalam memimpin di masa krisis, karena dimensi utama kepemimpinan yang dibutuhkan saat dan setelah krisis, yaitu kemampuan untuk membimbing dan menginspirasi tindakan adalah kemampuan dominan yang dimiliki perempuan (Jachja, 2020).
Penelitian lain menyimpulkan bahwa perempuan cenderung mempraktikkan gaya kepemimpinan yang lebih transformasional, dengan menunjukkan empati, kasih sayang, perhatian, kepedulian, rasa hormat, dan kesetaraan. Sebaliknya, laki-laki memiliki pendekatan yang lebih transaksional, yang mencakup gaya manajemen yang lebih fokus, berorientasi pada pencapaian dan arahan.
Penelitian dari Harvard Business Review (HBR) juga menunjukkan bahwa perempuan dinilai unggul dalam mengambil inisiatif, dan menunjukkan integritas dan kejujuran yang tinggi. Bahkan, perempuan dianggap lebih efektif dalam 84% dari kompetensi kepemimpinan yang paling sering diukur. Hal yang menghalangi perempuan untuk memimpin adalah kelangkaan kesempatan dan mitos yang berkembang di masyarakat.
Padahal jika diberikan kesempatan, perempuan cenderung berhasil dalam posisi tingkat yang lebih tinggi daripada laki-laki.
Kepemimpinan Perempuan
Jika di level dunia perempuan telah membuktikan kapasitasnya maka di Indonesia pun tidak ketinggalan. Para perempuan telah berani beradu dalam kontestasi pilkada dan memenanginya. Pilkada 2018 lalu misalnya, ada14 perempuan yang terpilih sebagai kepala daerah baik di tingkat kota, kabupaten, maupun provinsi.
Para pemimpin perempuan ini tidak hanya mampu menang namun juga membawa berbagai perubahan dalam kepemimpinan dan berbagai prestasi.
Siapa tak kenal, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa? Mantan menteri sosial ini telah merengkuh 32 penghargaan hanya dalam tempo kurang dari tiga tahun sebagai Gubernur.
Kita semua sudah tahu bagaimana sepak terjang Risma dalam dua periode kepemimpinannya di Kota Surabaya. Dia dikenal tegas serta mampu mengubah wajah Surabaya menjadi seindah dan sebersih saat ini. Atas kontribusinya untuk Surabaya, Risma pernah mendapat penghargaan sebagai wali kota terbaik di dunia. Bahkan pada 2013 silam, dia sempat masuk majalah Forbes dalam kategori 10 perempuan inspiratif di dunia.
Lalu ada Tantriana Sari, Bupati Probolinggo yang mampu mengumpulkan 39 penghargaan. Pada 2018, Tantriana Sari mendapatkan 10 penghargaan sebagai Bupati Probolinggo di banyak bidang dan semua level.Jangan lupakan pula, Dewanti Rumpoko yang meraih dua penghargaan, yakni penghargaan Top Leader IT Leadership 2018 dan Award Among Tani IT on Agro Aplication 2018, karena kepiwaiannya memimpin Kota Batu.
Agak jauh, ada Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani yang juga berprestasi. Di bawah kepemimpinannya, Pemkab Luwu Utara, telah menghiasi lemari tropinya dengan 44 penghargaan, baik di tingkat provinsi maupun nasional. Sungguh pencapaian yang luar biasa tentunya.
Tren global, nasional maupun lokal memang mengarah kepada semakin banyak perempuan yang menjadi pemimpin. Di Kabupaten tetangga, Bojonegoro dan Grobogan juga telah dipimpin kepala daerah perempuan. Mereka semua telah membuktikan kompetensi dan kekuatan mental dalam memimpin daerahnya.
Jadi, masih meragukan perempuan menjadi pemimpin? Begini saja. Kita semua pernah menjadi bayi, anak kecil hingga usia sekarang. Saya yakin masih lekat dalam ingatan bagaimana ibu merawat, menyayangi dan mendidik kita.
Begitulah perempuan, mereka dianugerahi; empati, kasih sayang, perhatian, kepedulian (persis seperti hasil penelitian). Jika mereka jadi pemimpin maka masyarakat adalah anak-anak mereka, yang akan dirawat dan diperhatikan dengan penuh empati, kasih sayang, perhatian dan kepedulian. (01)