Dr. H. Edy Wuryanto (Anggota DPR RI)
JawaTengah.Online — Kalangan akademisi dan profesional kesehatan Jawa Tengah, pantas berbangga karena memiliki salah satu ‘kader’ terbaiknya untuk menjadi politisi di Parlemen Senayan. Kader itu adalah Dr. H. Edy Wuryanto, SKp. MKp yang sampai sekarang masih tercatat sebagai Dosen di Unimus Semarang dan Ketua PPNI (Persatuan Perawat Nasional Jawa Tengah).
Maju sebagai Calon Legislatif (Caleg) DPRI-RI dari Daerah Pemilihan Jateng III ( Kab. Pati,Rembang, Blora) dan Grobogan politisi yang diusung PDI-P tersebut berhasil terpilih menjadi anggota DPR RI berbekal 101.001 dukungan suara. Keberhasilan sosok kelahiran Demak 15 Agustus 1968 menjadi politisi di Senayan ini terbilang cukup mengejutkan, lantaran selama ini namanya tak pernah berkibar di dunia perpolitikan praktis di Jawa Tengah.
Lalu apa yang bakal diperjuangkan mantan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang dan penyandang Doktor bidang kesehatan dari UGM di parlemen RI, Kepada Bambang Sartono dari Media “Potret Jawa Tengah” membeberkan pemikiran dan obsesi politiknya.
Anda bukan kader partai, tapi sukses mendulang suara sehingga bisa terpilih jadi anggota DPR RI, apa kuncinya ?
Benar, saya berangkat dari politik pengabdian yang dibutuhkan oleh profesi kesehatan, itu yang mendasari politik. Profesi kesehatan seperti perawat, bidan itu jumlahnya sangat banyak dan posisinya sangat strategis dalam pelayanan kesehatan.
Banyak yang terkejut Anda lolos ke Senayan.
Memang, pertama banyak orang yang meragukan kemampuan saya terjun di politik, karena bayground saya dosen. Sulit dari dosen masuk jadi politisi, karena kehadiran saya diharapkan oleh profesi, dan ada keinginan kuat dari mereka. Maka komunitas profesi itu bisa saya gunakan sebagai mesin politik yang menguntungkan saya.
Kedua, PDI- P Perjuangan membuka diri untuk orang- orang professional masuk, dan ini menurut saya PDI-P partai yang berkembang menjadi partai modern. Dan pangung yang diberikan partai juga tidak tanggung-tanggung, caleg baru tidak hanya dijadikan vote getter ini yang saya bangga dengan PDI-P .
Ketiga, PDIP juga memiliki blue print di bidang kesehatan yaitu : berdikari bidang kesehatan yang buat Soekarno. Ini sama dengan system kesehatan yang ada di Indonesia, dimana rakyat secara mandiri mengenali, mencari solusi menyelesaikan masalah kesehatan mereka, dan memutuskan secara mandiri. Itu artinya berdikari di bidang kesehatan.
Jadi berdikari di bidang kesehatan itu keluarga, masyarakat harus disiapkan yang ujung-ujungnya pada tindakan promotif dan preventif. Karena ada kesamaan cara pandang antara profesi dan PDIP, itu yang kemudian menguatkan keputusan saya masuk ke politik.
Artinya di bawah ada keinginan kuat, juga atas (partai) juga ada keinginan, akhirnya ada rekom maka jadilah saya masuk politik dengan dukungan, kaum professional, akedemisi ditambah mesin politik. Tiga kekuatan itu saya manfaatkan betul sehingga bisa mendulang suara secara signifikan dan mengantar saya lolos ke senayan.
Bagaimana Anda melihat sector kesehatan sekarang ?
Indonesia masuk era baru dalam pelayanan kesehatan, yakni diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
SJSN diselenggarakan berdasarkan 3 (tiga) asas, yakni asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial, dimana kesehatan sebagai hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara, semua sudah di cover oleh jaminan sosial.
Sebagaimana kita tahu pada tahun 2004 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional terbit, kumudian muncul Undang-Undang BPJS tahun 2012 lahir yang berimplikasi pada anggaran kesehatan.
Paling tinggi untuk anggaran kesehatan terjadi pada pemerintahan pak Jokowi sekitar 5%, kemudian sekarang naik 5,6 %. Artinya kenaikan anggaran yang diberikan diharapkan bisa mengatasi persoalan-persoalan kesehatan.
Persoalan BPJS sekarang sangat kompleks, karena sedang ada transisi yang semula orang tidak sadar akan kesehatan sekarang orang mulai sadar, dan negara selalu hadir untuk menyelesaikan persoalan itu.
Apa yang menyebabkan BPJS defisit?
Salah satu yang menyebabkan BPJS defisit adalah perilaku masyarakat “nakal”. Misalnya ketika seorang mau melahirkan dia baru bayar BPJS, setelah dapat manfaat kemudian tidak mau bayar lagi, sehingga antara pemasukan dan pengeluaran tidak imbang.
BPJS kemudian mengatur kontinuitas pembayaran masyarakat, ketika berhenti bayar otomatis keanggotaan peserta BPJSnya hilang, ketika mau memperoleh manfaat BPJS lagi harus memenuhi kewajibannya dulu.
Bagaimana solusinya ketika seseorang tidak mampu bayar iuran BPJS?
Ketika seseorang tidak mampu bayar iuran BPJS, itu akan masuk PBI (Peserta Bayar Iuran)/Indonesia sehat, yang menjadi tanggung jawab pemerintah, karena termasuk kategori keluarga tidak mampu. Sekarang angka PBI (Peserta Bayar Iuran) sudah 96 juta orang.
Beberapa waktu lalu saya sudah berdiskusi dengan pak Gubernur Jateng, dia membuat konsep rumah sakit tanpa dinding. Misalnya pasien diabetes mengalami luka pasti penyembuhannya lama, ketika fase akutnya sudah selesai kemudian pulang ke rumah, kalau tidak segera diikuti pendampingan tenaga kesehatan di rumah bisa dipastikan seminggu kemudian akan kembali ke rumah sakit.
Yang dimaksud tanpa dinding di sini, setelah pasien pulang ada tenaga kesehatan yang mengunjungi rumah pasien/home visit untuk mengajari keluarga bagaimana cara memberikan perawatan pada pasien baik cara makan, memberikan obat, memberikan insulin dll, sehingga gula darahnya terkontrol. Keluarga pasien harus dimandirikan untuk merawatnya.
Sebenarnya konsep pak gubernur itu hebat tetapi bisa diterjemahkan tidak dalam konteks kebijakan anggaran ?, siapa yang membackup tenaga kesehatan sampai layanan home visit?. Tidak ada. BPJS tidak sampai di situ.
Menurut saya Rumah sakit tanpa dinding merupakan terobosan baru dan di negara maju semuanya sudah seperti itu, tentunya kalau di kita harus bertahap. Misalnya iuran BPJS dari Rp. 23.000 naik menjadi Rp. 40.000 saja sudah ribut, sekarang dari Rp. 23.000 minta manfaat begitu banyak.
Negara sudah membayar 96 juta PBI yang ditanggung negara, maka yang kita naikkan kelas 2 dan kelas 1 untuk subsidi silang karena urusan kesehatan prinsipnya gotong royong yang mampu membantu yang lemah, yang lemah terbantu semua dalam satu sistem.
Bagaimana posisi profesi kesehatan pada system kesehatan nasional?
Profesi kesehatan seperti perawat, bidan itu jumlahnya sangat banyak dan posisinya sangat strategis dalam pelayanan kesehatan.
Sementara regulasi dan poleci yang memback-up mereka dalam tugas pelayanan itu belum adil dalam kontek hubungan kolaborasi antarprofesi, itu yang pertama.
Kedua bahwa kesehatan kita itu terlalu hospital oriented yang berfokus pada pengobatan, mengesampingkan pelayanan yang public oriented, terutama promotif dan prefentif dan rehabilitative.
Sistem ini higt cost karena hanya berorientasi pada orang sakit, penyembuhan semua dibayar, tetapi setelah masuk fase rehabilitasi di rumah tidak ditangani secara baik akhirnya balik masuk rumah sakit.
Maka berapa dana kesehatan yang disediakan akan habis, sementara masyarakat tidak diajarkan berdikari dibidang kesehatan, ini belum berimbang. Sementara yang banyak berhubungan dengan public oriented itu perawat, bidan. Sedang politik anggaran yang masuk kesitu masih rendah, ini yang perlu dirubah.
Dua hal itu yang memicu, bahwa politisi di parlemen harus memahami betul dan itu dibutuhkan regulasi yang membackup perubahan.
Nah saya memang baru di Parlemen saya masih belajar, tetapi ada peluang dan kesempatan untuk mempengaruhi perubahan itu, sehingga saya butuh waktu sehingga bisa nyetel dengan teman-teman yang ada di parlemen.
Melihat komposisi anggota DPR RI sekarang 50 persen baru, separoh lama, ini menurut saya memiliki nilai posistif. Dan mereka yang terpilih itu memiliki latar belakang yang jelas. Seperti saya yang berangkat dari professional.
Saya yang tidak berangkat dari politisi, kemudian diberi panggung kemudian bisa masuk. Harapannya dengan perubahan komposisi dan peran baru tersebut membuat DPR RI kedepan menjadi lebih baik.
SDM enterpreneur
Terkait target pertumbuhan ekonomi tujuh persen Jateng yang dicanangkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, apa yang bisa digali dari sektor kesehatan?
Sebagai wakil rakyat di DPR-RI dari Jawa Tengah, tentu kami sangat mengapresiasi canangan gubernur Jateng tersebut. Langkah Pak Ganjar Kualitas SDM, oleh Gubernur Jateng sekarang terus digenjot, baik dari jalur formal maupun informal. Pendidikan kita harus kita genjot terutama pendidikan menengah dan Perguruan Tinggi.
Saya ingin masyarakat Jawa Tengah lebih memiliki karakter entrepreneur yang kuat, berbagai fasilitas pemerintah Jateng harus bisa menciptakan daya saing SDM dengan kualitas entrepeneur yang lebih baik, karena revolusi industri dengan perubahan dinamika sangat cepat kalu tidak diikuti dengan karakter entrepreneurship yang hebat kita akan kalah.
Saya kira ini persoalan Jawa Tengah, kalau Jateng mau bersaing maka potensi entrepreneur dalam segala bidang harus dikuati.Saya belum melihat secara detil program-program pemerih provinsi Jateng.
Kalau dari sisi bisnis apa yang bisa disumbangkan dari sector pendidikan dan kesehatan ? Potensi bisnis sector pendidikan dan kesehatan di Indonesia, termasuk Jawa Tengah sangat besar. Kita sudah masuk ASEAN Economic Community, kemudian Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA) dan ASEAN Free Trade Area.
Dari ketiganya bisnis kesehatan diliberalkan/dibebaskan. Artinya kita bisa ekspansi mengirim tenaga kesehatan dan mendirikan Rumah Sakit di negara-negara ASEAN tanpa hambatan regulasi, demikian juga pelaku bisnis kesehatan asing juga bisa masuk ke negara kita.
Sekarang bisnis kesehatan menjadi pasar besar. Semua dana kesehatan di cover BPJS sehingga dana yang mengalir banyak. Orang sakit sekarang tidak memikirkan biaya, dulunya kalau sakit enggan ke Rumah Sakit sekarang sakit sedikit langsung masuk Rumah sakit sehingga hampir semua Rumah Sakit penuh.
Sebenarnya ini menciptakan potensi bisnis dibidang kesehatan. Sekarang kita tinggal bermain kualitas, siapa yang menciptakan kualitas layanan kesehatan yang bagus maka akan exis, sudah tidak lagi negeri dan swasta.
Misalnya Colombia Hospital yang merupakan Rumah Sakit milik investasi asing dengan layanan kesehatan yang bagus. Rumah sakit Telogorejo sekarang masuk Semarang Medical Centre, kelasnya dinaikkan dan sudah mendapat akreditasi standar internasional ini yang menjamin layanan bagus.
Persaingan ini menimbulkan babak baru, yang memunculkan berdirinya banyak Rumah Sakit. Sekarang pemerintah mendorong pembangunan Rumah Sakit kelas C dan D agar lebih efisien karena tidak semua masalah kesehatan harus di tangani Rumah Sakit kelas B atau A, karena bisa digeser ke RS kelas C dan D. Menurut saya investor Nasional harus melihat peluang ini, jangan sampai dimanfaatkan oleh investor asing.
Kemudian Perguruan Tinggi dengan berbagai keunggulan, Jateng itu gudangnya. Tercata ada 105 Program Studi Kesehatan dan kalau jeli Rumah Sakit yang ada di Jateng kalau bisa diisi SDM dari lulusan Jawa Tengah juga.
Sebetulnya SDM kita punya peluang migrasi ke Luar Negeri dengan bebas, terutama bidan dan perawat itu paling tinggi peluangnya. Mestinya kita bisa seperti Filipina yang menguasai kebutuhan pasar perawat diseluruh negara, sehingga berdampak pada devisa negara. Devisa Filipina 20% dari tenaga kerja Luar Negeri yang 80%nya dari perawat.
Pergururuan Tinggi kita terutama bidang kesehatan harus menangkap peluang itu, agar ketika kita mengirim tenaga kerja Luar Negeri merupakan tenaga kerja yang profesional, salah satunya sektor kesehatan. Sekarang prosentase tenaga kesehatan Luar Negeri profesional kita masih kecil, misalnya di timur tengah kita baru bisa dibawah 10%, sekitar 70% dari Filipina.
Kalau bisa Perguruan Tinggi kesehatan dengan pemerintah provinsi Jateng harus bisa menjadi sentra produksi tenaga kesehatan profesional berstandar internasional .
Bagaimana untuk memaksimalkan potensi tenaga kesehatan yang surplus itu.?
Ini terkait dengan regulasi. Pertama, kalau bisa pemerintah Jateng membuat kesepakatan kerjasama dengan berbagai negara. Kedua, Standarisasi dengan Sertifikasi Internasional, contoh uji kompetensi perawat kita dilakukan dengan standar internasional.
Seperti Filipina negara memang memfasilitasi agar lulusan perguruan tinggi untuk uji kompetensinya langsung rekognisi internasional, sehingga lulusannya banyak dilamar negara-negara yang membutuhkan tenaga kesehatan. Indonesia harus menciptakan sistem sertifikasi standar internasional.
Selama ini Tenaga kesehatan kita untuk uji kompetensi internasioanl harus lari ke Malaysia, Singapura, Timur Tengah.
Butuh waktu berapa lama untuk bisa seperti Filipina?
Satu tahun bisa kalu ada political wiil untuk Nursing. Kalau ada political will bisa cepat kita tarik ke indonesia. Kalau Jeteng mau menciptakan SDM unggul dibidang kesehatan, tarik dalu uji NCLEX – RN (NATIONAL COUNCIL LICENSURE EXAM FOR REGISTERED NURSE) standar internasional di Jateng itu akan menjadi contoh di indonesia.
Jateng mencetak 8.000 tenaga kesehatan per tahun, itu mau dikemanakan?, jadi PNS semua tidak mungkin, yang ada muncul banyak tenaga kesehatan honorer di puskesmas/rumah sakit dengan gaji seadanya. Menurut saya ini yang harus diselesaikan.
Saya selalu memberi contoh Filipina, semua tenaga kerja sudah sertifikasi standar internasional mulai dari satpam, front office, sopir dll. Indonesia belum. Kualitas SDM standar internasional harus di penuhi, agar kita punya daya saing di era global seperti ini.
Puskesmas Tanpa Dinding, bagaimana penjelasannya?
Indonesia masuk era baru dalam jaminan sosial, dimana kesehatan sebagai hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara, semua sudah di cover oleh jaminan sosial.
Sebagaimana kita tahu pada tahun 2004 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional terbit, kumudian muncul Undang-Undang BPJS tahun 2012 lahir yang berimplikasi pada anggaran kesehatan.
Paling tinggi untuk anggaran kesehatan terjadi pada pemerintahan pak Jokowi sekitar 5%, kemudian sekarang naik 5,6 %. Artinya kenaikan anggaran yang diberikan diharapkan bisa mengatasi persoalan-persoalan kesehatan.
Persoalan BPJS sekarang sangat kompleks, karena sedang ada transisi yang semula orang tidak sadar akan kesehatan sekarang orang mulai sadar, dan negara selalu hadir untuk menyelesaikan persoalan itu. Isu kesehatan sangat strategis untuk itu dalam kampanye saya mengangkat isu kesehatan (*/01)