Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, H. Bambang Kusriyanto, B.Sc bertekad untuk mewujudkan parlemen modern, yang antara lain ditandai dengan tingkat disiplin anggota yang lebih baik. Perubahan ini diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan atau trust dari masyarakat yang selama ini tergerus oleh citra lembaga legislatif yang terus merosot.
Ciri lain dari parlemen modern adalah keterbukaan dengan konstituen, dan publik pada umumnya, agar bisa mengawasi langsung kinerja anggota legislatif. Karena itu Bambng Kribo, demikian ia biasa dipanggil, juga mengusulkan untuk melakukan pergantian antar waktu (PAW) kepada anggota dewan yang tercatat membolos sidang sebanyak enam kali.
“Untuk mengkritik, usul, atau menyampaikan aspirasi, masyarakat bisa menggunakan kanal komunikasi yang tersedia, seperti sarana online, media sosial, dan sebagainya,” katanya.
Dengan sarana komunikasi modern ini, aspirasi yang harus ditindaklanjuti para wakil rakyat bisa dikelola dengan lebih cepat. Dalam waktu yang relatif singkat semua permasalahan yang muncul dari seluruh wilayah provinsi akan bisa ditangani. Semua perubahan ini harus dimulai dari anggota masing-masing, dan komitmen dari masing-masing fraksi. Kemandirian anggota dewan hanya akan efektif jika mendisiplinkan diri sendiri, atau dengan pengawasan dari masing-masing fraksinya.
Kata kunci dalam parlemen modern, menurut Bambang adalah komunikasi, baik internal, eksternal, maupun dengan publik secara umum. Selain komunikasi ke dalam institusi DPRD sendiri, komunikasi dengan eksekutif sebagai mitra kerja Dewan, harus terjaga dengan baik, agar penanganan kepentingan rakyat terjamin. Ia mengharapkan seluruh Anggota DPRD Jawa Tengah aktif menyuarakan aspirasi rakyat dan tidak hanya datang menghadiri rapat, tetapi hanya diam saja.
“Komunikasi kami bangun dengan sikap keterbukaan, sehingga sekat-sekat dan baju partai hilang. Kami merasa satu misi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang menjadi tugas pokok dewan,” katanya.
Rapat Terbuka
Menurut Bambang Kribo, forum yang paling krusial dan sensitif selama ini yakni rapat di Badan Anggaran, juga dibuat terbuka. Siapa saja boleh ikut, dan siapa saja juga boleh tahu. Agar semua anggota memahami, sehingga ketika berkomunikasi dengan media atau publik tidak menimbulkan kesalahfahaman. Kebijakan ini penting, agar masalah anggaran tidak menimbulkan kecurigaan, dan ada yang merasa tidak dilibatkan.
“Bahkan saya minta agar rapat direkam, supaya kalau ada yang tidak jelas di kemudian hari, bisa diputar ulang,” katanya.
Sistem keterbukaan ini juga memudahkan dalam pelaksanaan pakta integritas, yang sudah ditandatangani oleh semua anggota, untuk tidak melalukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dengan keterbukaan seperti ini tidak hanya sesama anggota bisa saling menjaga dan mengingatkan, tetapi juga mitra kerja, mahasiswa, LSM, penegak hukum, dan masyarakat pada umumnya bisa mengawasi kinerja DPRD.
Perubahan ke budaya kerja baru ini bisa diterapkan, karena pengalaman Bambang Kribo yang sudah cukup panjang jam terbangnya. Ia sebelumnya adalah anggota, wakil ketua DPRD 2009-2009, dan kemudian jadi ketua DPRD Kabupaten Semarang, dua periode 2009-2014, dan 2014-2019. Ia terpilih sebagai anggota DPRD Jawa Tengah mewakili Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dari daerah pemilihan Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kota Salatiga.
Ia mengaku seperti mimpi, jika merenungkan karir politiknya, hingga saat ini bisa menjadi ketua DPRD) Jawa Tengah 2019-2024. Ketika mulai merintis karir politiknya, tidak membayangkan bisa sampai seperti posisinya saat ini. Sebagai partai pemenang Pemilu pada Pileg 2019, PDIP mendapat alokasi sebagai ketua DPRD. Bambang Kribo, yang menjabat sebagai sekretaris Dewan Pimpinan Daerah PDI Jawa Tengah mendapat kehormatan untuk menduduki jabatan tersebut. Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto, kebetulan menjadi anggota DPR RI.
Tidak Kribo Lagi
Penampilannya selalu sersan, serius tetapi santai. Namun karena jabatannya, ia sering menggunakan pakaian resmi. Bahkan sejak menjadi pimpinan DPRD Kabupaten Semarangm sudah tidka bisa tampil kribo lagi, seperti ketika masih menjadi mahasiswa.
Khawatir dinggap tidak sopan, ia merapikan rambutnya. Walaupun tetap dipanggil Bambang Kribo, karena sudah terlanjur melekat julukan tersebut. “Punya rambut kribo memiliki sensasi sendiri,” katanya.
Ia menjalani karir politiknya dengan ikhlas. Misalnya ketika tahun 2004, partainya di Kabupaten Semarang menjadi pemenang Pemilu, namun aturan waktu itu tidak otomatis menjadi ketua dewan, karena harus dipilih. Ia kalah dan hanya menjadi wakil. Justru posisi sebagai wakil ketua DPRD, digunakan untuk banyak belajar. Ketika menjadi ketua partai, dan ingin mencalonkan diri sebagai bupati, ternyata partai memutuskan mendukung calon yang lain, ia juga tetap bersabar dan loyal pada partai.