Oleh: Rika Lusri Virga

JawaTengah.Online — Handphone berbunyi dan terdengar suara lirih dari ujung sana yang sedang memohon bantuan. Suara yang tidak asing dan sangat akrab di telinga. Ternyata benar, suara itu merupakan suara salah seorang mantan mahasiswaku. Ia memohon bantuan untuk membantunya membayar pinjaman online yang menghantuinya karena nominal pinjaman yang setiap hari semakin membengkak. Ia menceritakan bahwa kasus ini bermula dari ekonominya yang sedang sulit dan paparan iklan-iklan pinjaman online yang selalu menghampirinya melalui media digital yang ia miliki.

Kejadian ini, ternyata tidak hanya dialami oleh orang terdekatku. Beberapa waktu yang lalu, Indonesia juga sempat dikagetkan dengan berita seorang guru honorer yang terjerat hutang sebesar 206 juta rupiah yang berawal dari pinjaman sebesar 3,7 juta rupiah pada sebuah aplikasi pinjaman online. Alasan pinjamannya sama, kondisi ekonomi lagi sulit dan terpapar oleh iklan digital.

Dalam wawancaranya di sebuah koran nasional, Ia mengatakan bahwa saat sedang memainkan ponselnya dan berselancar di media sosial, Afifah (guru honorer) melihat ada iklan aplikasi pinjaman online (pinjol) di saat ia lagi kesusahan mencari uang untuk biaya susu anaknya. Dari iklan itu, ia merasa ada gayung bersambut karena dalam iklannya, aplikasi pinjaman online tersebut memberi pinjaman uang tanpa jaminan, bunga rendah, proses cepat, dan jangka waktu yang lama. Ia merasa ini bisa menjadi solusi untuk membantu saya mendapatkan pinjaman uang tanpa proses yang ribet (Permana, 2021). 

Iklan Digital

Iklan yang sering muncul pada media digitalmu baik itu melalui media sosial, aplikasi chat ataupun pesan singkat, itulah yang disebut sebagai iklan digital. Menurut Rogers & Thorson, penggunaan beragam teknologi digital sebagai media menyampaikan iklan menjadikan sebagai iklan digital. Istilah ini dianggap lebih relevan digunakan mengikuti konvensi dalam literatur periklanan, kami menggunakan istilah ‘digital’ periklanan’ daripada ‘iklan media sosial (Rodgers & Thorson, 2018).

Pemilihan istilah tersebut bukan tanpa sebab, iklan melalui media sosial dianggap menggunakan berbagai unsur digital dan terhubung dengan layanan digital lainnya yang ada di mana-mana di sekitar masyarakat yang berkembang. Benkler menjelaskan bahwa  media dengan jaringan digital dapat melakukan beberapa hal:

(1) produksi dan distribusi informasi melalui proses nonproprietary seperti dalam seni, pendidikan dan ilmu pengetahuan;

(2) perpaduan mekanisme pasar dan nonpasar untuk membuat informasi yang tersedia untuk umum; dan 

(3) upaya kerjasama skala besar yang menghasilkan keluaran dari banyak penyedia, paling baik dicontohkan oleh wiki (Benkler, 2006).

Hal ini karena pada dunia digital, konten media terbebas dari batasan fisik dicetak dan disiarkan dan dapat disalin dan dibagikan berulang kali, dengan sedikit atau tanpa biaya dan tanpa biaya kehilangan kualitas.

Literasi digital memahami Iklan digital

Tidak ada yang salah dengan iklan digital selama kamu bisa memahami apa pesan dari iklan yang disampaikan tersebut dan dapat mengecek kebenaran dari pesan yang disampaikan. Oleh sebab itu, dalam menghadapi perkembangan iklan digital kamu harus memiliki keterampilan literasi. Dengan literasi yang baik, maka iklan digital justru mampu digunakan sebagai media komunikasi dalam mengembangkan kemampuan kognitifmu diberbagai aspek. Tidak hanya dalam aspek ekonomi seperti pemasaran produk dan lainnya. Akan tetapi juga mampu membantu kamu mengirimkan berbagai gagasan sosial kemanusiaan ke penjuru dunia.

Gilster mengungkapkan bahwa literasi digital secara sederhana diartikan sebagai kecakapan memahami dan menggunakan informasi dari berbagai tipe format sumber-sumber informasi yang lebih luas, dan mampu ditampilkan melalui perangkat komputer, internet dan media digital lainnya (Martin & Grudziecki, 2006).

Seluruh kecakapan ini yang harus kamu coba saat menerima sebuah terpaan iklan digital. Jangan langsung percaya. Cek dulu kebenaran informasinya. Pada kasus pinjaman online, cek terlebih dahulu kebenaran tentang aplikasi pinjaman online tersebut. Apakah aplikasi pinjaman online tersebut terdaftar secara legal di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemudian, cek dan perhatikan beberapa informasi perusahaan pemilik aplikasi pinjaman on,line tersebut. Kemudian kembali cek beberapa informasi terkait prosedur, dampak dan beragam resiko jika melakukan pinjaman online.

Dengan beberapa cara tersebut semoga masyarakat Indonesia bisa semakin cerdas dalam bermedia digital dan terbebas dari jeratan pinjaman online yang merugikan.

Penulis: Rika Lusri Virga, Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anggota Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI)