JawaTengah.Online — Puluhan pegawai non ASN atau honorer bertemu dengan Komisi A DPRD Jateng, pada Jumat, 29 Juli 2022 yang lalu. Mereka mengeluhkan rencana pemerintah untuk menghentikan tenaga honorer.
Pegawai ini tergabung dalam Persatuan Non-ASN Daerah Jawa Tengah. Mereka gelisah karena pemerintah pusat berencana pada tahun 2023 sudah tidak ada lagi pegawai honorer.
Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah Mohammad Saleh berjanji akan menemui Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dan akan meminta agar pemerintah pusat meninjau ulang rencana penghapusan tenaga honorer ini.
“Kita tahu bersama bahwa berdasarkan PP, pemerintah merencanakan untuk tenaga honorer disetop pada tahun 2023, nah kami dari Komisi A beberapa bulan lalu telah menanyakan hal ini kepada pemerintah dan pada rapat dengan BKD,” kata Mohammad Saleh, yang juga politikus Golkar ini.
Saleh berupaya teman-teman non-ASN ini bisa mendapat solusi terbaik dari pemerintah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jateng Fuad Hidayat saat bertemu dengan perwakilan pegawai yang tergabung dalam Satu Nada menyampaikan pihaknya satu suara dengan apa yang disampaikan Ketua Komisi A, Mohammad Saleh.
“Secepatnya kami harus ke Jakarta baik ke Komisi yang membidangi atau ke MenPAN-RB dan Kemendagri sehingga satu nadanya tidak hanya di ruangan ini dari Jateng, tapi resonansinya bisa bersama-sama kita gaungkan se-Indonesia,” kata Fuad yang juga politikus PKB itu.
Sementara itu, Ketua Satu Nada Jawa Tengah Arif Muliyanto mengatakan peraturan pemerintah terbaru itu belum memenuhi asas keadilan bagi mereka selaku non-ASN yang telah mengabdi lama.
“Kami justru melihat menjadi ironis ketika penerimaan CPNS dengan sistem yang ada ini tidak bisa menghadirkan pegawai atau aparatur negara yang cukup atau sesuai dengan kebutuhan,” katanya.
“Kami dan teman-teman disini adalah pegawai yang sudah lama tentunya lakukan rekrutmen tes dengan mekanisme dan penekanan pada keahlian kami,” ujarnya.
Arif juga mengajak para pegawai Non-ASN bergerak dengan cara elegan dan bijak karena apapun pihaknya merupakan bagian dari sistem sehingga tidak mungkin melakukan hal-hal seperti turun ke jalan.
“Karena kami menyadari bahwa apa yang terjadi ini bukan kesalahan pemerintah daerah, tapi karena situasi yang tidak memungkinkan jadi pilihannya hanya satu tetap merekrut non-ASN demi berjalannya roda pemerintah di daerah,” pungkas Arif yang merupakan pegawai non-ASN dari Kabupaten Wonosobo.