
SEMARANG – Kasus demam berdarah dongue (DBD) tahun 2022 di Jawa Tengah (Jateng) mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pasalnya, peningkatan tersebut nyaris 50 persen dibanding tahun 2021 kemarin.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, kasus DBD Jateng pada 2022 sebanyak 9.036 kasus dengan 202 terindikasi meninggal dunia. Angka tersebut, lebih tinggi dibanding tahun 2021 yang hanya 4.468 kasus dengan 121 yang meninggal dunia.
“Berbicara tren, kasus memang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Terutama diawal tahun, Januari-Maret. Itu (kasus naik sering diawal tahun) karena pengaruh musim peralihan,” kata Sub Kordinator Penyakit Tidak Menular dan Menular pada Dinkes Jateng, Arvian Nevi, saat dijumpai, Selasa (11/10/2022).
Lebih rinci, bila dilihat dari cast fatality rate (CFR) hingga kuartal tiga tahun 2022, sebaran kasus DBD terbanyak berada di Kota Tegal, Kabupaten Kendal, Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kabupaten Klaten. Penyebabnya, karena faktor lingkungan seperti curah hujan, kepadatan penduduk dan perubahan lingkungan yang dapat meningkatkan risiki penularan dan penyebaran DBD.
“nyamuk DBD (Aedes aegypti) itu berkembang biaknya hanya satu minggu. Jadi kalau musim peralihan kan, seringnya tidak menentu, kadang hujan, panas beberapa hari, hujan lagi. Nah itu (tidak menentu) yang jadi bahaya. Kalau hujan terus telurnya bisa kena arus (hilang). Kalau selang-seling kesempatan kembang biak jadi lebih besar,” terang dia.
Untuk menekan angka perkembangan nyamuk Aedes aegypti, Arvian meminta masyarakat untuk lebih memperhatikan kebersihan lingkungan. Khususnya pada titik-titik yang berada di dalam rumah karena lebih sering diabaikan.
“Karena sifatnya nyamuk DBD itu tempat bertelurnya bisa dalam rumah dan luar rumah. Selokan misalnya, kalau musim hujan cukup aman karena terbawa arus. Tapi didalam itu yang sering diabaikan, seperti dibawah dispenser, pakan atau air minum burung dan bak mandi. Maka harus rutin membersihkan lingkungan baik luar maupun dalam rumah,” beber dia.
Lebih lanjut, sebab bila telur atau larva tersebut telah menjadi nyamuk seutuhnya, maka penangananya akan berbeda. Sehingga kebersihan lingkungan menjadi langlah awal antisipasi dini.
“Ada kasus penangananya beda lagi. Harus dibunuh, di voging atau pengasapan,” tutup dia. (Wan)