Bambang Haryanto : APBD bisa turun dampak bagi hasil pajak daerah ( Pesan dan Harapan pada Gubernur -Wakil Gubernur Jateng 2024-2029 (bagian 1)

SEMARANG, JAWATENGAH.ONLINE. Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah 2024-2029 masih delapan bulan lagi. Tapi perbincangan tentang politik local mencari pemimpin Jawa Tengah lima tahun kedepan sudah mulai memanas.

Bambang Haryanto selaku Ketua BK DPRD menyerahkan ‘BK Award’ pada anggota dewan Provinsi Jateng

Salah satu yang mulai jadi sorotan publik adalah tentang nama-nama calon kandidat yang muncul dan dimunculkan di media masa (digital dan cetak) serta di media sosial sebagai figur-figur yang dipandang ‘pantas’ untuk berkontestasi dalam perebutan Kursi Jawa Tengah I dan II.

Terlepas dari sosok calon kandidat siapa pun yang bakal ‘berkompetisi’ di Pilgub Jateng bulan November 2024 mendatang, ada warning yang layak jadi perenungan bagi siapapun yang bakal jadi Cagub dan nantinya terpilih menjadi Gubernur Jawa Tengah.

Warning itu diberikan oleh Bambang Haryanto Baharudin (BHB) Politi kus senior PDIP yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jateng. Kepada Bambang Sadono di “Chanel Inspirasi Untuk Jawa Tengah” dalam Program “Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Tengah 2024-2029”.

Bambang Haryanto Baharudin (BHB) mengingatkan kepada Calon Gubernur Jateng terpilih nanti, untuk memberi perhatian khusus terhadap pengelolaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Jateng. Karena kedepan diperkirakan APBD Jateng akan menurun, karena ada perubahan prosentase pembagian pajak daerah, yang bagian kabupaten/kota diperbesar.

“Oleh karenanya kedepan, gubernur harus lebih mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Banyak peluang yang bisa dimanfaatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berkaitkan dengan hadirnya kegiatan industri di Jawa Tengah,” kata BHB.

Menurut politikus PDIP kelahiran Banyuman 1962, yang sekarang terlupakan terkait masalah PAD, masih belum adanya concern dalam mengoptimalkan menggali sumber-sumber PAD tersebut.

“Kalau sampai hari ini kita hanya terfokus satu cluster atau segmen saja, maka akan terjadi stagnasi berapa pun hasil PAD kita. Oleh karenanya perlu kreativitas dan inovasi menggali potensi secara maksimal sumber-sumber PAD kita,” paparnya.

Pemprov Jateng punya aset yang bisa dimaksimalkan serta BUMD yang bisa memberi dividen untuk mendongkrak PAD. Hanya sampai sekarang terang Bambang masih belum ada langkah maksimal untuk menggarap sumber-sumber PAD tersebut.

Masalah utama yang dihadapi Jawa Tengah lima tahun ke depan lanjut BHB masih belum ada perubahan yang signifikan sebagaimana yang dihadapi hari ini. Persoalan itu terus ada, mestinya akan menjadi fokus siapapun yang akan menjadi Kepala Daerah.

Persoalan itu antara lain angka kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi. Juga persoalan-persoalan insidental seperti kenaikan harga sembako dan sebagainya. “Persoalan besar yang masih mengemuka itu harus diantisipasi melalui visi- misi calon gubernur, kata BHB.

Dikatakan Calon Legislator Gedung Berlian kali ke eman ini, sampai saat ini kontribusi PAD terbesar masih ditopang dari pajak daerah. Ke depan tentunya tidak boleh hanya mengandalkan pajak daerah saja. Karena ada aset yang bisa digali dan optimalkan juga BUMD yang bisa memberi deviden, ” jelasnya.

Penopang terbesar PAD Jawa Tengah masih disumbang dari PKB (Pajak Kendaraan Bermotor). Sebenarnya ada peluang potensi lain yang belum dioptimalkan. Salah satunya dengan membuat regulasi hukum pada lembaga-lembaga yang menggali potensi PAD tersebut.

Politikus PDIP yang terpilih kembali menjadi Legislator Gedung Berlian ini mengilustrasikan, dulu ada BUMD yang kerjanya hanya di flower to flower, menempatkan deposito yang bunganya hanya untuk personal.

“Namun sekarang sudah banyak berubah. Mulai ada perbaikan, ditata kelembagaannya dari sisi hukum. Karena dengan berbadan hukum akan memiliki impact yang lebih luas Juga ada pengawasan dan pemantauan kinerja,” terangnya .

Bambang tak menampik bila dari sekian BUMD di Jawa Tengah baru Bank Jateng yang memberi dividen menyumbang PAD secara signifikan. Diakui tupoksi yang dimiliki komisi C dalam menjalankan tugasnya belum maksimal.

Selama ini visi yang dibangun antara komisi C dengan BUMD belum pada tataran out to the box. “Yang kami inginkan ke depannya bisa berperan lebih jauh lagi. Tidak sekadar mengawasi atau kontrol tapi juga bisa masuk ke sisi- sisi lain, ” jelasnya.

BHB mencontohkan keberadaan KIB (Kawasan Industri Batang) harus bisa memberi multi efeck pada perekonomian Jawa Tengah. Ada tetesan dari kegiatan investasi ini yang dapat dimanfaat untuk meningkatkan PAD.

“Jadi kalau ada investasi besar besaran ke Jawa Tengah, pemerintah dan masyarakat tidak boleh hanya jadi penonton. Paling tidak mendapatkan triger double efeck nya,” tambahnya.

Butuh UPTD Pengelola Aset

Bambang Haryanto saat jadi nara sumber dalam sebuah kegiatan kedewanan provinsi Jateng

Menurut BHB selain tenaga kerja yang bisa masuk, ia berharap ada peluang apa yang bisa sinergi dan kolaborasi sehingga bisa memberi peluang BUMD masuk. Selain perusahan air minum dan gas, Bambang berharap ada perusahaan lain milik BUMD yang bisa masuk di KIB.

Dalam upaya mengoptimalkan aset menurut BHB, Komisi C tengah kini menginisiasi Perda Pengelolaan aset daerah. Sebagaimana diketahui eksekutif tidak saja sebagai pengelola tapi juga pengguna aset daerah. Harus adalah political will dari eksekutif untuk bisa memaksimalkan keberadaan aset tersebut.

“Kami di legislatif bisa membantu regulasinya. Dengan Perda Pengelolaan Aset nantinya semua aset yang kita miliki ada impact untuk menghasilkan PAD,” ungkap Bambang.

Terkait pengelolan aset, apakah cukup ditangani lembaga dari pemerintah sendiri seperti yang sekarang ada, atau masih diperlukan lembaga di luar itu?. BHB menjawab pengolaan aset masih terikat Peraturan Pemerintah tentang struktur dan tata kelola pemerintah daerah.

Hal ini menyangkut keberadaan dari aset itu sendiri. Apakah itu aset yang dipisahkan atau yang melekat pada lembaga pemerintahan. Seperti beberapa aset yang dikelola oleh BUMD atau OPD tertentu.

Kalau di Jakarta ada biro atau badan yang mengelola khusus aset daerah, tapi di Jateng masih terbentur adanya PP (Peraturan Pemerintah) yang mengatur struktur dan tata kelola yang kemudian dikenal dengan SOTK.

“Padahal kalau terkait dengan bidang pengamanan pasti terkait dengan segi belanja, pasti APBD akan mengeluarkan. Misalnya untuk pembuatan patok, sertipikat dsbnya. Untuk itu dengan adanya Perda kita mendorong ada hal yang tidak biasa- biasa, sehingga unsur pemanfaatan itu tidak sampai dilupakan;” katanya..

Memang perda ini masih belum dibahas. Harapanya kedepannya Perda ini bisa dihandle oleh UPTD itu, sehingga aset itu bisa memberi manafat terhadap pemasukan PAD.

Menurut Bambang ada kendala untuk membentuk lembaga setingkat eselon II atau III yang untuk mengelola aset.

Sehingga saat ada perubahan Perda SOTK, terkait mandat UU yang yang mengharuskan Provinsi punya Badan Riset Daerah, maka Pansus merekomendasi untuk membentuk UPTD ” UPTD itu lah yang nanti kita dorong melakukan pengelolaan aset,”.

Dalam pengelolan aset menurut Bambang ada empat tahapan yang harus diperhatikan : yakni dari sisi perencanaannya, penatausahaanya, pengamanannya dan yang paling penting adalah pemanfaatannya,” tambah BHB.

Terkait postur APBD Jateng 2024- 2025 BHB mengatakan, postur APBD terdinamisasi beberapa faktor yaitu pemasukan PAD dan pendapatan tarnsfer.

Dengan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) memiliki implikasi terhadap pemasukan PAD provinsi berkurang, karena bagi hasil Pajak Daerah dengan Kabupaten/ Kota diperbesar.

Hal itu tidak bisa diprediksi karena faktor non teknis. Maka yang bisa didorong sebagai antisipasi kondisi itu adalah dengan mencari celah peluang lain dari berkurangnya bagi hasil penerimaan pajak daerah tersebut. Misalnya kita meningkatkan pelayanan lebih maksimal terhadap para wajib pajak (WP).

Bambang menyebut di Jawa Tengah masih banyak orang-orang berkendaraan di jalan menggunakan kendaraan bermotor berplat nomor bukan Jawa Tengah, tetapi menggunakan fasilitas Jawa Tengah. Kita berasumsi orang yang memiliki mobil adalah orang yang ekonominya lebih mapan.

“Kita masih sering menganggap rewel bila harus memberi pelayanan khusus. Ini para WP harus didekati dan diberi pelayanan excellent. Kita harus antisipasi kita dihadapkan akan ada penurunan pajak daerah, ” terang Bambang.

Yang juga perlu mendapat perhatian terkaid APBD adalah bahwa: belanja modal (pembangunan) harus lebih besar dari belanja operasional. (01- bersambung)

Pewarta : Redaksi, Editor : Bangsar24