JAKARTA, JawaTengah.OnlineMahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, khususnya soal persyaratan pemilih yang sudah atau pernah kawin meski belum berusia 17 tahun.

Permohonan uji materi terkait persyaratan pemilih dalam pilkada itu diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).

Putusan MK itu dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Rabu (29/1). Ditegaskan, warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah atau pernah kawin sepanjang memenuhi persyaratan UU Nomor 1 Tahun 2015 dapat didaftar sebagai pemilih.

Penggunaan hak memilih ditentukan saat seorang warga memiliki KTP atau identitas pengganti yang sah menurut hukum. Berdasarkan UU Administrasi Kependudukan, WNI atau WNA yang memiliki izin tinggal tetap, berusia minimal 17 tahun atau telah atau pernah kawin, wajib memiliki KTP.

“Merujuk ketentuan tersebut, maka WNI yang memiliki KTP, meski belum berusia 17 tahun, tetapi telah kawin atau pernah kawin, memiliki hak memilih dan dapat didaftarkan sebagai pemilih,” kata Suhartoyo.

Ketentuan tentang ukuran dewasa dengan frasa sudah atau pernah kawin pun terdapat dalam Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP). Disebutkan, bila perkawinan dibubarkan sebelum usia 20 tahun, tidak kembali berstatus belum dewasa.

Mahkamah Konstitusi
Gedung Mahkamah Konstitusi RI.

Mahkamah Konstitusi tak sependapat dengan dalil pemohon adanya ketidakadilan terhadap warga negara di bawah usia 17 tahun dan belum menikah.

Hakim Konstitusi menegaskan, masyarakat harus memiliki KTP sebagai syarat menggunakan hak pilih.

“Menurut Mahkamah, bukan merupakan kebijakan yang bersifat diskriminatif. Karena hal tersebut tidak termasuk kategori diskriminasi. Keduanya tidak bisa dipersamakan, terlebih diperlakukan sama,” jelas Suhartoyo. (JT Online)