
SEMARANG – Terapi pijat tangan, bekam, maupun totok atau menggunakan jarum mungkin sudah biasa didengar. Namun bagaimana jika terapi menggunakan media api hingga benda tajam yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit dan mengusir gangguan mahluk halus?.
Berlokasi di Pecinan, tepatnya di Gang Tengah, 40, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), ada terapi khas menggunakan metode api dan golok. Terapi yang memacu andrenalin itu, dilakukan oleh Ardian Cangianto.
Saat menyambangi kliniknya Selasa (7/2/2023) petang, seorang pasien bernama David (50), sedang tidur tengkurap. Di punggungnya terdapat handuk dengan kondisi api yang menyala. Sekilas memang tampak ekstrim, namun sang pasien terlihat menikmati kehangatan api di punggungnya.
“Enggak sakit mas, malah enak rasanya. Badan jadi hangat,” kata Koh David (50) di sela-sela pengobatan terapi.
Di samping pasien, koh Ardian, sapaan karib Ardian Cangianto, tengah menjaga api yang menyala. Sekaligus sembari memijat-mijat punggung dan memperhatikan dengan seksama titik-titik bagian tubuh mana lagi yang perlu di beri api.
“Pijat golok dan api salah satu pengobatan rakyat asli Taiwan. Dulu saya sempat belajar dua tahunan di sana (Taiwan), waktu tahun 80-an,” kata Ardian.
Ardian pun mengamini bila pengobatan terapi api dan golok sangat unik karena tak lazim digunakan oleh paramedis pada umumnya. Sebab, tak banyak orang Indonesia yang paham terkait teknik serta maksud dari pengobatan tersebut.
“Benda tajam saya pakai dua benda, kalau enggak golok ya pisau. Itu (golok/pisau) kan ujungnya runcing, bisa untuk memijat syaraf-syaraf. Caranya di cacah, ada tehnik atau caranya, biar enggak sakit atau menimbulkan luka. Dan ini (penggunaan benda tajam) bisa meredakan penyakit organ dalam tubuh, serta mengusir sawan/ketempelan (mahlul halus),” jelas Ardian sembari menunjukan pisau tajam.
Sedangkan metode pijat api, Ardian berpendapat bisa berkhasiat mengembalikan daya tahan tubuh menjadi prima dan sehat kembali. Sebab, badan manusia sebenarnya memerlukan kehangatan yang stabil.
“Jadi api ini tidak akan membakar tubuh, karena dibakar diatas handuk. Justru malah mujarab untuk mengembalikan suhu tubuh jadi hangat lagi,” sambungnya.
Setiap melayani terapi, Ardian butuh waktu setengah jam hingga dua jam tergantung dari keluhan atau kesehatan pasien. Pasalnya, tak semua jenis penyakit harus diterapi dengan api dan golok.
“Tergantung pasienya, kalau hanya meredakan asam urat, masuk angin, nyeri punggung, jantung, migrain Covid-19, pakai api dan pijet cukup. Tapi kalau agak berat, sampai ada sawan, pakai golok sama di tusuk jarum dan dibakar jarumnya,” bebernya.
Ardian pun mengaku tak pernah memungut biaya sepersenpun dari pasienya. Sebab, niatnya melayani terapi semata-mata demi menolong sesama manusia.
“hanya orang tertentu dan dengan perjanjian kalau mau terapi. Jadi enggak tiap hari melayani. Terus saya juga enggak mau masang tarif, kalau dirasa cocok, bisa datang kemari lagi. Tapi kebanyakan kenalan/teman sendiri, kalau orang baru, saya tanya dulu tahu tempat ini dari mana? Sudah ke dokter belum? Kalau belum saya minta ke dokter dulu,” ungkapnya yang dalam satu pekan hanya melayani dua hingga tiga pasien.
Tak seperti klinik pengobatan Tionghoa kebanyakan, usai terapi, Ardian hanya terlihat memberikan anjuran kepada pasiennya untuk merubah pola makan. Yakni zari yang kebanyakan mengunyah makanan penuh koresterol misalnya, ia mengingatkan pasiennya untuk mengganti konsumsi makanan yang direbus, dipepes atau dibacem.
“Banyak orang salah makan. Sering makan gorengan misalnya, harusnya kan, kita sering-sering makan pepes, bacem dan makanan rebusan. Jadi dengan mengubah pola lebih sehat, bisa memperpanjang daya tahan tubuh juga,” tutupnya. (Wan)