
Oleh Bambang Sadono

BANYAK hal menarik dalam proses Pilkada serentak 2024 Jawa Timur, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dinamika, terutama di tingkat pemilihan gubernur (Pilgub) sudah mendahului daerah lain. Setidaknya untuk kepastian kandidat.
Ketika calon di provinsi lain masih maju mundur dan tarik ulur soal dukungan partai, mantan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sudah mengibarkan bendera untuk maju lagi. Tidak tertarik jabatan lain, misalnya jadi menteri. Saat saya wawancara di kanal “Inspirasi untuk Bangsa”, pertengahan Maret 2024, dan saya goda apakah ini persiapan Pilpres 2029, hanya tersenyum saja.
Kemantapan tekad Khofifah, agaknya tidak hanya sekadar karena petahana, tetapi juga dukungan arus besar Koalisi Indonesia Maju (KIM), sudah dinyatakan, bahkan sebelum Pilpres. Mulai dari Golkar, Gerindra, PAN, dan Demokrat sepakat bulat menyiapkan dukungan Khofifah maju lagi. Barternya Khofifah mendukung Prabowo – Gibran yang harus bertempur di medan Jawa Timur.
Peta politik beratnya medan Pilpres terkonfirmasi dari hasil Pileg 2024. PKB yang dalam Pilpres mendukung Anies-Muhamin, Pilegnya menjadi juara dengan 27 kursi untuk DPRD Jatim, naik dari 25 kursi pada Pileg 2019. Sementara PDIP yang menyokong Ganjar-Mahfud dalam Pilpres, masih memperoleh kursi 21 kursi sebagai peringkat kedua, turun dari perolehan 27 kursi pada Pileg 2019.
Sementara partai partai KIM, berturut turut Gerindra juga mendapat 21 kursi, naik dari 15 kursi pada Pileg 2019, Golkar 15 kursi naik dari 13 kursi, Demokrat 11 kursi turun dari 14 kursi, dan tinggal 5 dari 6 kursi. Dari komposisi kursi di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM), PKB dan PDIP masih cukup perkasa. Apalagi jika Partai Nasdem bergabung.
Dengan dukungan partai pelangi, Khofifah bahkan secara tidak langsung menolak sokongan PDIP yang ingin bergabung dengan menyorongkan calon wakil gubenur. Lebih memilih mempertahankan Emil Dardak sebagai “soulmate” sejatinya.
Fenomena Semangka

Di tingkat provinsi bisa disangga oleh pelangi partai-partai, kekuatan teknokrasi Khofifah, dukungan publik, dan komitmen penuh pasangannya Emil Elestianto Dardak. Saat saya wawancara Emil juga menyampaikan keteguhannya untuk tidak tergiur jabatan menteri misalnya, walaupun banyak yang menganggapnya layak. Mendampingi Khofifah menjadi prinsip kehormatannya sendiri.
Masalah yang mungkin harus mendapat perhatian serius di Pilkada Jatim, adalah adanya fenomena buah semangka, hijau-merah di 38 kabupaten/kota. Sebagian besar bupati/walikota petahana di Jawa Timur, diduduki oleh kader PKB atau PDIP. Dalam Pilkada serentak antara Pilgub, pemilihan bupati (Pilbup), dan pemilihan walikota (Pilwakot), pasti saling berkait satu sama lain.
Bisa terjadi situasi yang sinergis karena linier atau tidak terlalu besar biasnya, jika koalisi antara Pilgub dengan Pilbup dan Pilwakot sejalan.Tetapi akan banyak juga yang berbeda atau bahkan bertentangan secara diametral. Para kandidat bupati/walikota akan fokus pada pemenangan di daerah masing masing, tidak konsentrasi penuh untuk mengurus Pilgub.
Tanda-tanda variasi atau bahkan perbedaan akan menjadi dinamika Pilkada di Jawa Timur, bisa dilihat dari beberapa hal. Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Timur, Ahmad Rizki Sadig saat saya wawancara menyebut di beberapa kabupaten/kota bekerjasama dengan PDIP. Bahkan sudah mengeluarkan surat tugas pada kader PDI yang petahana.
Di beberapa daerah PAN juga menyorongkan kadernya untuk menjadi wakil, bahkan di Kota Kediri menyiapkan calon walikota.
Fenomena semangka, kuatnya hegemoni politik lokal juga terlihat saat saya mewawancarai Sekretaris PDIP Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno. Secara khusus telah meminta pada kebijakan ketua umum Megawati, agar rekomendasi untuk kader petahana segera diturunkan bertahap, tidak menunggu detik detik terakhir.Kepastian keputusan DPP tersebut dibutuhkan kader yang akan berjuang di kabupaten/kota masing masing dengan waktu yang lebih longgar.
Bagi pengamat dan jurnalis senior Dhimam Abror, sampai saat ini posisi Khofifah sebagai kandidat gubernur, “seng ada lawan”. Namun fenomena semangka hijau-merah di banyak wilayah, mendorong PKB untuk tidak membiarkannya melenggang sendiri. Maka mulai dipersiapkan calon penantang yang handal, ulama mantan ketua tanfidziyah NU Jawa Timur, Kiai Marzuki Mustamar.
PKB pasti tidak sekadar agar Khofifah tidak menghadapi kotak kosong. Mempertahankan dominasi elektoral andalannya pasti dikerjakan sepenuh hati. Apalagi ungkapan Abror saat saya wawancara menyebut Khofifah memang kuat, tapi bukan berarti tak bisa dikalahkan.
Kompromi Pelangi-Semangka
Bisa jadi akan terjadi sebuah kompromi. Memperhitungkan persaingan yang keras bahkan bisa berdarah-darah untuk melawan Khofifah-Emil di level provinsi, akan terjadi kompromi. Melepas Pilgub, tetapi habis habisan menjaga hegemoni merah-hijau di kabupaten/kota.

PKB membuktikan mendapat dukungan dari kalangan Nahdliyin cukup dominan, namun juga ada fakta tokoh calon gubernur untuk Khofifah. Apalagi sebagai ketua umum pengurus pusat Muslimat pasti mendapat dukungan fanatis di Jawa Timur. Bahkan dukungan juga terlihat dari tokoh tokoh struktural NU seperti Gus Yahya maupun Gus Ipul. Belum lagi dari para kiai yang sangat berpengaruh.
Komprominya, di tingkat provinsi untuk partai pelangi (KIM plus), kabupaten/kota untuk PKB-PDIP plus. Namun ini juga masih belum terjamin sepenuhnya. Masih menunggu adakah pengaruh yang massif dari kekuatan politik Prabowo-Gibran (baca Prabowo-Jokowi) yang pasti ingin mengamankan dan menyamankan pemerintahan ke depan, jika didukung pemerintah daerah yang sevisi.
Peta Pilkada di Jawa Timur akan menjadi sangat menarik, selain akan menjadi ajang pertarungan keras para aktor lokal, namun bukan tidak mungkin juga akan menjadi medan tempur kekuatan secara nasional. Mengingat posisi Jawa Timur yang sangat strategis bukan hanya dari segi politik, tetapi juga perekonomian, industri, dan sosial budaya.
Lebih dari itu kekuatan Jawa Timur pasti sudah dihitung baik tokoh maupun dukungannya, pada perhelatan Pilpres 2029. Siapa menguasai Pilkada 2024, akan menjadi investasi berharga untuk 2029. (01)
Penulis Host Kanal Insiprasi untuk Bangsa, dan Sekjen pengurus pusat PWI 1998-2003.