SURABAYA, Jawatengah.Online : SEKRETARIS DPD PDIP Jatim, Sri Untari Bisowarno, M.AP mengatakan rekomendasi dari DPP PDIP mulai bertahap sudah turun untuk calon di kabupaten/kota. Rekom diprioritaskan untuk 10 kader petahana yang akan maju lagi. Untuk di tingkat provinsi, masih bisa berkoalisi dengan PKB dan Nasdem.
Namun berhubung di provinsi Jatim ini merupakan provinsi yang strategis dengan sebaran 38 kabupaten/kota dimana berada di posisi 2 penduduk terbanyak di Indonesia dan menyumbang lebih dari 15% populasi & ekonomi, menurut aturan anggaran dasar dari partai PDIP sendiri, hal – hal yang sangat strategis tadi keputusannya semua akan diambil oleh Ketua umum.
Kepada Bambang Sadono di Kanal Youtube “Inspirasi Jawa Tengah” mengungkapkan hal itu dalam wawancara Dinamika Politik di Jawa Timur songsong Pilkada 2024. Kendati begitu tambah Sri Untari, ketua umum tetap akan memberikan peran kepada DPC untuk membangun kerjasama politik, melakukan telaah, kajian, survei dan sebagainya. Dimana keputusannya juga belum final apakah tetap mengusung paslon dari partainya sendiri (Khofifah – Emil) atau paslon dari rekan-rekan partai PKB & Nasdem.
“Karena kami sedang mempersiapkan 38 kabupaten/kota,yang kita sudah bangun kerjasama dengan Gerindra,PAN,PKB & Demokrat yang di internal masing-masing sangat dinamis,” paparnya.
Ditambahkan oleh Sri Untari, menghadapi Pilkada Jatim perolehan kursi PDIP tahun 2024 ini turun yaitu hanya sebanyak 24 kursi saja. Menurut alumni lulusan IKIP Malang tersebut untuk mensiasati kondisi itu, maka yang pertama partai harus bekerjasama politik (membuka koalisi) dengan partai lain, dimana yang masih tersedia adalah partai PKB & Nasdem.
Tergantung Sikon di Daerah
Sri Untari mengatakan, saat ini situasi politik sangatlah dinamis apapun masih bisa terjadi bahkan sampai menit terakhir jelang hari H mendatang. Misalnya pada pilkada Lamongan tahun 2015 lalu dimana banyak faktor yang mempengaruhinya.
Termasuk dalam hal mengusung bakal calon kepala & wakil kepala daerah, tidak selalu yang mempunyai jumlah kursi besar bisa maju ke depan karena mungkin tidak punya SDM yang mumpuni begitu juga sebaliknya, jadi memang tergantung situasi dan kondisi di daerah.
“Jadi fatsunnya pastilah kursi besar itu didepan, yang kurang dibelakang, namun tidak mesti terjadi tergantung sikonnya, bisa saja tokoh besar dari kursi yang kurang,” katanya.
Dari media sendiri ternyata sering membuat asumsi sendiri mengenai bakal calon kepala daerah yang akan diusung oleh PDIP untuk provinsi Jatim nanti, bahkan diantaranya ada figur-figur senior dan terkenal dari pusat seperti Bu Risma, Mas Anas, Pak Kanang, Eric Thohir, Dito Ariotedjo dan lainnya.
Hal ini menurut Sri sendiri sudah biasa dan justru malah bisa benar terjadi jika kemudian didalam skala politik yang dihitung oleh Ketum beserta tim DPP nanti hasilnya bisa cocok atau sinkron. Namun tetap tidak bisa langsung dijadikan acuan utama dimana tetap harus dilakukan survei sendiri.
Jadi nanti hasilnya bisa disandingkan dan dapat menjadi alat ukur yang baik. Tidak ketinggalan juga harus saling memiliki satu kesepahaman yang utuh antara partai koalisi dalam halnya membangun Jawa Timur Kedepan, agar nantinya ditengah jalan nanti partai pengusung tidak merasa ditinggalkan oleh partai koalisinya tersebut.
Ingin Sistem Linear
Menurut survei yang sudah dilakukan oleh Sri beserta partainya beberapa bulan yang lalu, Bakal calon utama yang diusung PDIP yaitu Khofifah ternyata persentase elektabilitasnya belum mencapai 50%, baru sekitar 33% – 37%.
Artinya belum menyamai bahkan mendekati beberapa kepala daerah di Jawa Timur yang rerata telah mencapai angka 73%. Oleh karena itu dalam upaya melakukan inovasi dan kreativitas untuk kontestasi pilkada mendatang memang harus menghitung beberapa aspek, termasuk kader-kader yang nanti akan bertarung di pilkada tahun ini.
Sri bersama PDIP sendiri sebenarnya ingin sistemnya nanti bersifat linear dimana Gubernur bisa bekerjasama dengan perangkat dibawahnya, namun ternyata situasi saat ini belum memungkinkan mengingat di 38 kabupaten/kota nanti memiliki cara dan modelnya masing-masing.
Maka dari itu ia berharap, seharusnya pemilihan Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota dilaksanakan secara terpisah, agar tujuan konfigurasi linear tadi bisa tercapai. Jadi nanti harus secara cerdas dan bijak memilih prioritas di tiap daerahnya, ada yang mementingkan pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota dan sebagainya.
Jika sudah memilih nantinya juga tidak boleh ditinggalkan hanya karena sedang mengejar pilgub atau lainnya, oleh sebab itu dibutuhkan kedewasaan didalam mengatur strategi perencanaan dan implementasi di lapangan.
“Nanti kalau kami sudah beber begini & rekomendasi sudah turun kami baru akan bisa melihat dengan cermat, kami harus memilih yang mana,” jelasnya.
Sri Untari Bisowarno, M.AP mulai terjun ke dunia politik pada tahun 2004 dengan bergabung ke partai PDIP. Tidak berselang lama kemudian berlanjut menjadi anggota DPRD kota Malang. Saat ini aktif sebagai anggota DPRD Jawa Timur dan Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia.
Juga terlibat aktif juga dalam kegiatan pelestarian situs benda bersejarah serta telah menyusun Perda tentang pemajuan kebudayaan dalam proses fasilitasi ke Kemendagri. Menjadi seorang politisi juga merupakan wadah baginya sebagai seorang koperasiwati dan budayawati untuk menjadi aspirator dalam pergerakan kaum perempuan. (01)
Penulis : Rizky Erlangga, Editor @bangsar24